Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Komunitas Mahasiswa Pelajar Puncak atau KMPP se-Kota Studi Jayapura meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI turun menyelidiki dugaan penganiayaan yang menyebabkan seorang anak di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, meninggal dunia pada 22 Februari 2022. Hal itu disampaikan KMPP se-Kota Studi Jayapura dalam keterangan pers di Kota Jayapura, Papua, Rabu (16/3/2022).
Koordinator Lapangan Umum KMPP se-Kota Studi Jayapura, Manu Tinal menyatakan Komnas HAM RI harus menginvestigasi dugaan penganiayaan anak yang menyebabkan Makilon Tabuni meninggal dunia. Makilon Tabuni adalah kelas 4 SD Inpres Sinak yang dituduh aparat keamanan terlibat pencurian senjata SS2 seorang prajurit Batalyon Infanteri Mekanis 521/Dadaha Yodha, Prada Kristian Sandi Alviando pada 22 Februari 2022.
Manu Tinal juga mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk menyelidiki dugaan penganiayaan terhadap Makilon Tabuni dan enam anak lain di Sinak. “Dengan tegas kami mendesak emerintahan Jokowi untuk membentuk tim investigasi independen yang terlepas dari intervensi siapapun,” katanya.
Baca juga: Senjata dicuri, aparat lakukan penyisiran dan aniaya warga, 1 anak SD meninggal dunia
Dugaan penganiayaan Makilon Tabuni dan enam anak lain terjadi di Sinak pada 22 Februari 2022. Saat itu, sekelompok prajurit TNI dari Pos Sinak Bandara mendatangi gudang PT Modern yang berada dekat Bandara Tapulinik di Sinak pada 22 Februari 2022 sekitar pukul 19.00 WP. Di sana, Prada Kristian Sandi Alviando lalu menaruh senapan SS2 yang dibawanya, dan menonton televisi.
Saat itulah senjata SS2 itu diambil orang tidak dikenal. Sumber Jubi menyatakan para prajurit TNI dibantu sejumlah polisi kemudian melakukan pengejaran dan menggeledah rumah sejumlah warga di sekitar bandara. Aparat keamanan juga menangkap tujuh orang anak, yaitu Makilon Tabuni, Deson Murib, Pingki Wanimbo, Waiten Murib, Aton Murib, Elison Murib, Murtal Kulua. Ketujuh anak itu diduga dianiaya aparat keamanan, hingga akhirnya Makilon Tabuni meninggal dunia.
Manu Tinal mengatakan jika kasus dugaan penganiayaan anak di Sinak itu tidak diungkap dan diproses secara hukum, kasus serupa bisa terulang di wilayah konflik Papua lainnya. “Kalau kasus seperti itu dibiarkan, bisa berdampak kepada daerah rawan konflik lainnya,” ujar Tinal.
Baca juga: TNI akan akan investigasi dugaan penganiayaan anak hingga meninggal di Sinak
Tinal mengatakan KMPP se-Kota Studi Jayapura mendesak Pemerintah Kabupaten Puncak agar meminta Kepala Kepolisian Resor Puncak menjalankan proses hukum terhadap para pelaku penganiayaan itu. Tinal menyatakan pihaknya juga meminta pemerintah menarik pasukan organik maupun pasukan non-organik dari Kabupaten Puncak.
“Perintah pusat dan pemerintah daerah [harus] segera cabut TNI/Polri non-organik dan organik yang ada di Kabupaten Puncak. Stop kekerasan dan militerisme yang dilakukan oleh TNI/Polri terhadap rakyat sipil. Pemerintah Kabupaten Puncak [harus] memfasilitasi [pemulihan] kesehatan enam anak yang disiksa oleh aparat keamanan, dan pelakunya harus diadili,” kata Tinal.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua (BPP IPMAP) se-Jawa dan Bali, Kelanus Kulua meminta Bupati Puncak, Willem Wandik segera mencabut izin operasi militer di Kabupaten Puncak. Kulua juga mengkritik banyaknya fasilitas pendidikan di Puncak yang diduduki aparat keamanan.
Kulua menyatakan pihaknya juga menolak investigasi dugaan penganiayaan anak di Sinak oleh tim bentukan TNI, karena dianggap tidak independen. “Pemerintah Kabupaten Puncak bertanggung jawab penuh atas penelantaran siswa akibat operasi militer di Puncak. Kami menolak tim investigasi bentukan aparat TNI, dan mendesak pemerintahan Jokowi untuk membentuk tim investigasi independen,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G