Mahasiswa Papua di Semarang minta hentikan operasi militer Di Nduga

Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme menggelar aksi demonstrasi di Kota Semarang, Jawa Tengah, 23 Maret 2019.Jubi/Ist

Semarang, Jubi – Menyikapi persoalan kemanusiaan yang terjadi di Nduga, Papua akibat konflik bersenjata antara TNI/Polri versus TPNPB yang hingga saat ini memasuki bulan kelima, 60-an mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme menggelar aksi demonstrasi di Kota Semarang, Jawa Tengah, 23 Maret 2019.

Aksi dimulai pukul 09: 20 depan Patung Kuda, Universitas Diponegoro, Pleburan menuju putaran simpang Lima. Dalam orasi yang disampaikan secara bergantian, massa aksi menolak operasi yang sedang dilakukan di Nduga. Dimana sebanyak 2.000 masyarakat mengungsi ke Wamena,610 di antaranya adalah pelajar.

Read More

Operasi militer atas perintah Presiden RI Jokowi yang menyebut tumpas sampai akar-akarnya itu sangat berbahaya. Sebab pernyataan seorang kepala Negara tetapi tanpa mempertimbangkan korban dari masyarakat sipil.

Simon Douw koordinator aksi itu mengatakan, sejumlah masyarakat yang mengungsi ke hutan diantaranya ibu-bu hamil, anak-anak dan orang lanjut usia. Dalam pengungsian banyak dari masyarakat yang mengalami sakit bahkan kematian.

Katanya dalam orasi di aksi itu, masyarakat Nduga telah mengalami beberapa kali operasi Militer di antaranya tahun 1977, 1996 dan sekarang. Hal itu menyimpan rasa traumatis yang cukup besar yang tidak akan bisa hilang..

Douw juga bilang, aksi ini dilakukan untuk masyarakat sipil di Nduga dan juga beberapa wilayah di Papua seperti Sentani dan Merauke yang mengalami musibah. Menurutnya kapitalisme merupakan penyebab utama dari persoalan kemanusiaan dan lingkungan di Papua.

Dia menambahkan bahwa infrastruktur yang dibangun oleh rezim Jokowi saat ini bukan untuk rakyat Papua, melainkan untuk kepentingan kapitalis-imperialis. “Pembangunan melalui pendekatan militer tidak akan menyelesaikan persoalan Papua,” kata dia.

Menurutnya, solusi untuk meminimalisir konflik politik antara rakyat Papua dan pemrintah Indonesia selama setengah abad adalah diberikan kebebasan kepada rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis.

Hal yang sama juga disampaikan Rafael Yelemaken, koordinator lapangan aksi itu, menurutnya wilayah Nduga bukan medan perang. Dalam medan perang sekalipun kekuatan militer dan persenjataan harus sepadan.

Dan masyarakat sipil harus dilindungi sebagaimana diatur dalam hukum perang dan hukum humaniter internasional. Namun, pada praktiknya rakyat Papua di Nduga harus mengungsi ke beberapa kabupaten lain, ini adalah kejahatan negara.

“Hentikan operasi militer di Nduga. Solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan Papua adalah diberikannya hak kebebasan untuk menentukan nasib sendiri,” katanya.

Sekitar pukul 11: 30 massa aksi kembali kePatung Kuda Undip Pleburan dan membacakan pernyataan sikap sebagai berikut.

1. Segera hentikan Operasi dan Tarik Militer di Nduga
2. Buka akses jurnalis lokal, nasional dan internasional di Nduga
3. Segera selesaikan pelanggaran hak asasi manusia di Papua
4. Hentikan eksploitasi sumber daya alam penyebab terjadinya bencana
5. PBB segera intervensi ke Papua
6. Berikan hak kebebasan untuk menentukan nasib sendiri

Editor: Syam Terrajana

Related posts

Leave a Reply