Papua No. 1 News Portal | Jubi
Enarotali, Jubi – Para mahasiswa asal Kabupaten Puncak, Papua, yang tengah berkuliah di Bali menyerukan penghentian operasi militer yang tengah berlangsung di Kabupaten Puncak. Mereka menyatakan konflik bersenjata antara aparat keamanan dan Tentara Pembebasan Nasional atau TPNPB di Puncak membuat warga sipil di Distrik Kago dan Distrik Sinak merasa tidak aman.
Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Asal Puncak (IPMAP) Koordinator Wilayah Bali, Dety Tabuni mengatakan operasi militer yang ditandai dengan penambahan pasukan TNI/Polri tengah berlangsung di Puncak. Menurutnya, eskalasi konflik bersenjata di Puncak kembali terjadi pada 19 Februari 2022, dan membuat warga sipil Distrik Kago dan Distrik Sinak mengungsi.
Tabuni menjelaskan warga sipil yang mengungsi itu berasal dari tiga wilayah pelayanan gereja di Distrik Kago dan tiga wilayah pelayanan gereja di Distrik Sinak. Ia menyatakan situasi itu menimbulkan krisis kemanusiaan dan menambah kasus kekerasan terhadap warga di Kago dan Sinak.
Baca juga: Satu pekerja Palapa Timur Telematika berhasil dievakuasi ke Timika
“Pada 22 Februari 2022, aparat keamanan menuduh siswa SD membantu pencurian senjata api aparat. Mereka menuduh tanpa bukti, dan menganiaya tujuh anak. Satu diantaranya meninggal dunia, yaitu Makilon Tabuni,” kata Tabuni saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Sabtu (5/3/2022).
Tabuni menyatakan konflik bersenjata antara TNI/Polri dan TPNPB harus segera diselesaikan secara hukum nasional dan hukum internasional. Tabuni meminta pemerintah Indonesia mematuhi Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan masyarakat sipil di wilayah perang.
“Sampai dengan saat ini, kami memperoleh informasi bahwa pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Puncak belum menangani masalah warga sipil yang mengungsi. Padahal mereka meninggalkan semua aktivitas dan pekerjaan mereka,” kata Tabuni.
Baca juga: 8 karyawan PT Palapa Timur Telematika tewas ditembak kelompok bersenjata
Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Asal Puncak menuntut Presiden Joko Widodo untuk segera memerintahkan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan tujuh siswa SD di Sinak. Tabuni menyatakan para pelaku kekerasan itu harus diproses secara hukum, dan pemerintah memenuhi hak reparasi para anak yang menjadi korban.
Tabuni menyatakan enam anak SD yang menjadi korban penganiayaan di Sinak itu masih dirawat. “Kami mendesak Pemerintah Provinsi Papua agar memberikan instruksi khusus kepada Kepolisian Daerah Papua dan Kepolisian Resor Puncak untuk segera memproses hukum para pelaku,” kata Tabuni.
Tabuni menyatakan pihaknya juga meminta pemerintah menghentikan pengiriman pasukan TNI/Polri Non Organik ke Puncak. Selain itu, Komnas HAM diminta juga segera turun ke Puncak untuk menyelidiki berbagai kasus penembakan dan konflik bersenjata yang berkepanjangan di sana.
Baca juga: Senjata dicuri, aparat lakukan penyisiran dan aniaya warga, 1 anak SD meninggal dunia
“Kami juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten Puncak segera memfasilitasi kebutuhan siswa SD, SMP, maupun SMA di Puncak. Tindakan yang tidak berkemanusiaan dan sadis yang dilakukan oleh aparat Indonesia terhadap siswa dan masyarakat sipil mengakibatkan masyarakat sipil mengungsi,” kata Tabuni.
Sekretaris IPMAP Koordinator Wilayah Bali, Abia Murib mengatakan kasus kekerasan terhadap warga sipil di Puncak telah terjadi sejak 19 Desember 2020, ketika terjadi penembakan yang menewaskan empat warga sipil Distrik Gome, Puncak. Sejak saat itu, kekerasan terhadap warga sipil Puncak terus berlanjut.
Murib menyatakan Pemerintah Kabupaten Puncak dan DPRD Kabupaten Puncak harus melindungi warga sipil yang mengungsi, dan bukan malah mengurus masalah pemekaran provinsi Papua. “Kami menolak dengan tegas rencana pemindahan administrasi pemerintahan sementara di Kabupaten Mimika. Siapa yang mau lindungi warga di Puncak? Pihak eksekutif dan legislatif Kabupaten Puncak [harus] segera menangani masyarakat yang sedang mengungsi,” kata dia. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G