Maaf dalam HAM

Papua No. 1 News Portal I Jubi,

Tidak ada mekanisme maaf-memaafkan di dalam mekanisme penegakan HAM. Cek UU 39/1999 tentang HAM dan UU 26/2000 tentang Pegadilan HAM.

Maaf boleh jadi etika, namun bisa juga jadi sabun cuci tangan. Apalagi jika kesalahan yang sama diulang-ulang.

Kita apresiasi Kapolda Papua yang akhirnya meminta maaf. Tetapi masyarakat sudah terlajur terluka dan tewas. Penggunaan peluru tajam sejak awal tidak diakui. Sayang, tidak ada permintaan maaf untuk kebohongan itu.

Fakta-fakta di lapangan tidak bisa bohong. Masyarakat pun makin berani buka suara. LP3BH bahkan sudah menyatakan indikasi pelanggaran HAM berat dalam penembakan Yulius Pigai dan 16 orang lainnya.

Jika memang terbukti pelanggaran HAM berat, akankah berujung ke pengadilan HAM?

Ah, Pengadilan HAM. Frasa itu terdengar makin tanpa makna di Tanah Papua. Seperti harapan yang sering lebih dulu layu sebelum pun sempat terwujud. Yang telah membuat masyarakat makin skeptik terhadap penegakan hukum.

Masyarakat asli Papua masih ingat nasib Kasus Paniai Berdarah. Berbagai investigasi, berjenis laporan, beragam kunjungan, berujung hanya pada pembentukan tim Menkopolhukam. Tanpa hasil, hingga saat ini.

Tidak heran jika seorang pengacara HAM Papua terkenal seperti Gustaf Kawer pesimis. “Stop wisata HAM,” kata dia kepada KOMNAS HAM.

Tapi tidak ada jalan lain. Hukum adalah kerangka sebuah negara. Dan kerangka tidak terbuat dari 'Maaf'. (*)

 

Related posts

Leave a Reply