Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Gubernur Papua Lukas Enembe mengaku kesal terhadap sikap Pemerintah Pusat dan media massa yang tidak mempedulikan pengungsi Nduga sejak Desember 2018 silam. Padahal di sana, ada sekitar 5.000 warga mengungsi ke Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Lanny Jaya.
Ribuan pengungsi Nduga tersebut, seakan tak disentuh sama sekali dan tertutup isunya oleh ujaran kebencian dan rasisme yang mengakibatkan demonstrasi berujung amuk massa, di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Media massa juga tidak pernah membicarakan ini, kalian tahu tetapi kalian malas tau,” kata Gubernur Lukas menjawab pertanyaan Jubi, Selasa (8/10/2019) di Jayapura.
Menurut Lukas Enembe, kasus pengungsian di Nduga juga merupakan kejadian luar biasa yang berhubungan dengan kemanusiaan.
“Saya pikir kita juga harus fokus dengan para pengungsi Nduga. Sebagian besar masyarakat Nduga yang mengungsi sudah meninggal. Data yang saya peroleh ada sekitar 180 lebih sejak kasus penembakan 16 pekerja PT Istaka Karya 2 Desember 2018, dan itu bukan jumlah yang sedikit,” ujarnya.
Menurutnya, TNI dan Polisi masuk ke Nduga dan diduga kuat menjadi pemicu 180 masyarakat tersebut meninggal dunia. Kekesalan Lukas pun memuncak, dan mengatakan hal ini seperti sengaja diabaikan baik secara nasional hingga internasional.
“Ini tidak boleh, karena orang Papua harus dihargai sama seperti masyarakat Indonesia yang lain,” katanya.
Gubernur Lukas mengatakan, dirinya sudah berkoordinasi dengan bupati Kabupaten Jayawijaya dan Lanny Jaya untuk memperhatikan para pengungsi tersebut dengan baik, karena warga yang mengungsi tersebut adalah masyarakat Papua yang perlu perhatian dari pemerintah.
“Pengungsi Nduga kebanyakan ada di Wamena dan Lanny Jaya, kalau di Lanny Jaya karena masih dekat dengan Nduga maka saya yakin dan percaya bahwa masyarakat yang mengungsi tersebut dapat ditangani oleh Pemda Lanny Jaya dengan baik. Pemda tetap menjaga kebutuhan makan dan minum dari para pengungsi tersebut. Untuk Wamena, anak-anak sekolah sudah disekolahkan di gereja-gereja tempat mereka mengungsi dan kami harap, gereja bisa menyediakan tepat yang layak untuk anak-anak tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya Aleks Giyai, Pegiat Sastra Papua menilai, penanganan pengungsi Wamena relatif lebih cepat dan tanggap dibanding pengungsi Nduga. Padahal pengungsi Nduga sudah terbengkalai selama sembilan bulan.
“Kami melihat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah salah dalam menangani warga pengungsi dari Wamena dan warga masyarakat dari Nduga yang sudah sejak sembilan bulan lalu hingga kini tidak ada bantuan dari pemerintah,” kata Giyai, Rabu (2/10/2019). (*)
Editor: Edho Sinaga