Rancangan perbahan undang-undang Otonomi khusus perlu kajian ilmiah bersama rakyat Papua.
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan C Warinussy, mempertanyakan dimasukkannya Rancangan Undang Undang (RUU) Otonomi Khusus Papua di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menurut Yan, pada pasal 77 undang-undang Otonomi Khusus menyebutkan usul perubahan undang undang dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau pemerintah.
“Artinya, Rakyat Papua memiliki hak pertama untuk mengusulkan perubahan atas UU Otsus. Karena itu muncul pertanyaan, siapa yang mengusulkan perubahan saat ini?,” kata Yan belum lama ini.
Baca juga : RUU Perubahan kedua UU Otsus Provinsi Papua tak masuk prioritas Prolegnas 2020
Mama-mama Papua tidak merasakan manfaat Dana Otsus Papua Otsus Papua harus memberdayakan orang asli Papua
Ia mempertanyakan siapa yang mengajukan RUU Otsus Papua dan Papua Barat tersebut hingga masuk dalam Prolegnas.
“Apakah MRP dan DPRP maupun MRPB dan DPR PB mengetahui pengajuan RUU Otsus tersebut,” kata Warinussy menambahkan.
Warinussy mengaku selama ini RUU Otsus belum pernah disosialisasikan kepada seluruh komponen Rakyat Papua baik melalui konsultasi publik maupun jaring aspirasi khusus pengusulan perubahan RUU tersebut. Dengan begitu ia mendesak MRP, MRPB, DPRP dan DPR PB segera berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat serta DPR RI guna menunda dan atau mengeluarkan RUU Otsus Papua dan Papua Barat yang sudah masuk Prolegnas.
Alasanya rancangan perubahan undang-undang Otonomi khusus perlu kajian ilmiah bersama rakyat Papua. “Ini penting sebelum diajukan kembali ke Pemerintah dan DPR untuk dimasukan kembali dalam Prolegnas berikutnya,” katanya.
Pegiat HAM di Nabire, Yelones Douw, berpendapat UU Otsus Papua perlu dikaji ulang karena yang akan merasakan produk undang-undang itu adalah rakyat Papua. “Apakah mereka (rakyat) telah mendapat manfaat Otsus sesungguhnya atau tidak,” kata Douw.
Menurut Douw, kajian yang melibatkan masyarakat Papua dinilai penting karena rakyat Papua yang bisa menentukan apakah Otsus berlanjut atau dikembalikan seperti semula. Termasuk memasukan aturan terkait banyaknya pelanggaran HAM karena Otsus.
“Kasih rakyat yang tentukan Otsus lanjut atau seperti apa. Sebab banyak pelanggaran HAM karena Otsus yaitu perampasan hak,” katanya. (*)
Editor : Edi Faisol