LBH Papua desak polisi proses hukum Bupati Dogiyai pelaku kekerasan perempuan

Kekerasan Papua
Foto ilustrasi, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi –  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres Nabire melakukan proses hukum terhadap Bupati Dogiyai yang menikam istri ke 5 di Nabire.

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, mengutip pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”

Read More

Pihaknya meminta Kapolres Nabire segera tindaklanjut laporan polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.

Kasus itu terjadi pada tanggal 28 Oktober 2021. Menurut informasi dari keluarga, atas peristiwa tersebut telah dilaporkan ke Polres Nabire pasca kejadian pada 28 Oktober 2021.

“Atas dasar itu, untuk memberikan keadilan kepada Korban maka sesuai dengan salah satu tugas pokok polisi adalah penegak hukum sebagaimana diatur pada pasal 13, Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia maka polisi wajib mengunakan segala kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Peraturan Kapolisi Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Undang Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk memenuhi hak atas keadilan bagi korban sesuai perintah sesuai perintah pasal 17, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia di atas,” paparnya melalui siaran pers kepada Jubi, 5 November 2021.

Pada 1 November 2021, lanjut Gobay, korban secara resmi menandatangani Surat Kuasa Khusus. Di ruang bangsal tempat korban menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire. Pasca mendapatkan Surat Kuasa dari korban langsung, staf LBH Papua selanjutnya ke kantor Polres Nabire untuk memastikan perkembangan penanganan hukumnya.

Di kantor Polisi, Staf LBH Papua mendapatkan Surat Tanda Bukti Laporan (STBL) yang diberikan oleh pihak Polres Nabire. Berdasarkan keterangan dalam Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR disebutkan bahwa pelaporan dilakukan pada pukul 19:30 Wit, tanggal 28 Oktober 2021. Selain itu, dalam STBL disebutkan secara garis besar disebutkan identitas pelapor, perkara yang dilaporkan, nama Pelaku, nama korban dan nama saksi serta kronologis secara garis besar tindak pidana yang terjadi.

Dalam Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR disebutkan bahwa tindak pidana yang terjadi adalah penganiayaan. Berkaitan tindak pidana penganiayaan diatur pada pasal 351 KUHP, agar diketahui maka selanjutnya akan disebutkan rumusan pasalnya sebagai berikut :

Pasal 351
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,–.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. (K.U.H.P 90).
(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. (K.U.H.P. 338).
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum (K.U.H.P. 37, 53, 184 s, 353 s, 356, 487).

Sekalipun dalam STBL hanya menyebutkan tindak yang terjadi adalah penganiayaan, namun apabila disesuaikan dengan keterangan Korban terkait tindakan kekerasan yang dilakukan menggunakan sebilah pisau maka secara otomatis menunjukkan fakta hukum pelanggaran Pasal 2, Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Pada perkembangannya korban menyampaikan kepada LBH Papua selaku kuasa hukum terkait adanya ancaman-ancaman serta desakan-desakan untuk menyelesaikan persoalan tindakan kekerasan mengunakan mekanisme kekeluargaan.

“Berkaitan dengan ancaman dan desakan tersebut sudah diketahui dengan pasti siapa aktor intelektualnya sehingga jika melalui semua ancaman dan desakan itu menimbulkan korban baru maka tentunya persoalan hukum akan semakin bertambah panjang dan tidak ada titik temunya,” ujarnya.

Sesuai dengan ketentuan  ” Pihak negara  harus mengambil tindakan-tindakan yang tepat Untuk mengubah pola-pola tingkah laku sosial dan budaya para laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapai penghapusan prasangka-prasangka dan kebiasaan-kebiasaan serta semua praktek lain yang berdasarkan atas pemikiran adanya inferioritas atau superioritas salah satu gender, atau berdasarkan pada peranan stereotip bagi laki-laki dan perempuan” sebagaimana diatur pada Pasal 5 huruf a, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita maka harapannya Kepolisian Resort Nabire dapat bertindak secara professional untuk menanggulangi ancaman dan selanjutnya mengabaikan semua upaya di luar hukum yang terlahir dari “praktik lain yang berdasarkan atas pemikiran adanya inferioritas atau superioritas salah satu gender” yang terus mengobarkan hak atas keadilan bagi perempuan korban kekerasan dan diharapkan dapat memproses laporan polisi sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.

Berdasarkan uraian temuan tindak pelanggaran hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus penikaman yang dilakukan Bupati Dogiyai terhadap Istri kelimanya, jelas-jelas melanggar Pasal 351 KUHP dan Pasal 2, UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Atas dasar itu maka LBH Papua selaku kuasa hukum korban menegaskan kepada :

1.Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres Nabire untuk memberikan jaminan keamanan bagi korban dan perintahkan Kapolres Nabire, menindaklanjuti Laporan Polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional;

2.Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI segera berikan perlindungan kepada Saksi dan Korban tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR;

3.Irwasda Polda Papua wajib memantau Proses Hukum yang dilakukan oleh Satreskrimum Polres Nabire khusus Penyidik Laporan Polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional;

4.Kapolres Nabire segera menindaklanjuti Laporan Polisi atas tindakan penganiayaan sesuai Surat Tanda Bukti Laporan Nomor : STBL/411/X/2021/PAPUA/RES. NBR secara professional.(*)

Editor: Syam Terrajana

Related posts

Leave a Reply