Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Ratusan pedemo yang terdiri dari mahasiswa dan warga di Manokwari kembali berorasi di Jalan Gunung Salju Amban, Distrik Manokwari Barat, Jumat (6/9/2019).
Aksi tersebut berakhir tanpa adanya kesepakatan dan akhirnya massa aksi membubarkan diri setelah pihak aparat gabungan tidak mengizinkan pedemo untuk berjalan menuju titik kumpul yang direncanakan.
Erik Aliknoe, salah seorang orator dalam aksi tersebut mengatakan, aksi yang digelar hari ini (Jumat, 06 September 2019) adalah lanjutan dari aksi tanggal 3 September 2019. Namun kondisinya masih tetap sama, aparat keamanan tidak memberikan ruang bagi demonstran untuk berjalan.
“Kami dibatasi lagi, sehingga kami hanya bisa orasi di tempat. Tapi aksi ini akan tetap lanjut, karena aspirasi dan pernyataan sikap harus kami baca dan serahkan langsung kepada Gubernur Papua Barat di lapangan terbuka,” ujarnya.
Dia mengatakan, Gubernur Papua Barat selaku wakil pemerintah Pusat di daerah, harus melakukan tatap muka dengan semua warga di lapangan terbuka, dan tidak boleh diwakilkan oleh bawahannya.
“Aksi unjuk rasa di Manokwari tidak akan berakhir selama Gubernur Papua Barat belum menerima pernyataan sikap. Aspirasi kami tidak bisa melalui perantara atau perwakilan, tapi kami minta harus bertemu langsung dengan Gubernur Papua Barat di tempat yang kami tentukan yaitu di lapangan Borasi,” ujarnya.
Dikatakan Erik, kekhawatiran aparat keamanan aksi ini ditunggangi adanya amuk massa dan vandalisme, sehingga ruang gerak massa aksi sangat dibatasi. Sementara dia mengakui aksi yang digelar adalah aksi damai dan bermartabat. Surat pemberitahaun sudah disampaikan dua hari sebelum aksi tapi juga tidak diizinkan.
“Kenapa kita mau ketemu Gubernur di lapangan terbuka, karena di sana bisa berkumpul semua masyarakat Papua dari Amban, Wosi dan wilayah Pasir putih. Kami ingin serahkan aspirasi kami di lapangan terbuka dan disaksikan oleh semua orang. Itu komitmen kami,” ujarnya.
Sementara itu, Halitopo Yali salah satu peserta aksi turut mendesak Pemerintah RI untuk tidak membatasi akses masuknya jurnalis asing ke Papua dan Papua Barat untuk mengungkap fakta-fakta pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di atas tanah Papua.
Diapun meminta adanya intervensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai penengah dalam mencari solusi penyelesaian konflik dan pelanggaran HAM di tanah Papua.
“Akses jurnalis asing harus dibuka, dan masalah Papua harus ada intervensi PBB sehingga ada solusi penyeleisaian,” ujarnya. (*)
Editor : Edho Sinaga