Derita dan penjarah (bagian I): Kriminalisasi digunakan untuk membungkam rakyat Papua

papua-freeport
Foto ilustrasi, lokasi tambang PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Papua. - Jubi/Dok.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Pelanggaran ditutupi demi investasi

Rakyat Papua akan terus bersuara karena hak mereka dirampas oleh negara. Negara mengatasnamakan kesejahteraan rakyat sehingga segala sumber daya alam dikuasainya. Anehnya definisi penguasaan dalam ayat (3) pasal 33 UUD 1945 lebih menjadikan negara sebagai pemilik sumber daya alam, bukan hanya menguasai.

Read More

Padahal definisi kata menguasai bukan berarti memiliki. Dalam pasal berikutnya, dengan jelas disebutkan: dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Berarti jelas penggunaan sumber daya alam ditujukan pada kepentingan rakyat Indonesia.

Tapi pada kenyataannya kepentingan rakyat hanyalah dijadikan dalih atas kepentingan pemilik modal. Hal ini mengakibatkan aneksasi wilayah adat dilakukan oleh negara atas dasar kepentingan investasi sebagaimana yang terjadi pada suku Amungme dan Kamoro untuk Freeport, konflik dibuat-buat agar masyarakat dapat eksodus dari wilayah mereka seperti yang dialami rakyat di Nduga sejak 2018 hingga kini, pengalihfungsian lahan tempat hidup bagi masyarakat menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) yang saat ini dibangun di wilayah kabupaten Sorong. Semua ini hanyalah demi kepentingan para pemilik modal. Dengan kekuatan aparat, negara berlaku semena-mena terhadap rakyatnya.

Tindakan semena-mena oleh aparat terjadi bukan karena mereka tidak tahu atau tidak mengerti tentang hak-hak dari warga negara, tapi dapat terjadi karena dipaksa secara institusi untuk melakukannya demi kepentingan pemilik modal yang telah menguasai birokrasi negara, bukan kepentingan rakyat. Kalau itu kepentingan rakyat berarti rakyat yang lain tidak harus menjadi korban dari kebijakan publik serta peraturan yang dibuat oleh negara, itu sama saja negara sedang membangun yang satu lalu merusak yang lain.

Yang sekarang marak terjadi, karena rakyat menjaga hak atas tanah mereka agar tidak terancam setelah adanya eksplorasi sumber daya alam, dengan segala cara dipakai oleh negara untuk membuka lahan investasi baru. Negara akan lebih dulu menyiapkan aturan, setelah itu pendekatan persuasif lewat kepala suku atau marga yang bisa sepaham.

Kalau itu tidak memberi dampak juga, maka konflik horizontal diciptakan agar ada tekanan di antara masyarakat, tapi kalau itu tidak mengubah sesuatu maka tindakan kekerasan akan langsung digunakan oleh negara dengan dasar aturan yang telah dibuat. Kriminalisasi sebagai upaya yang dilakukan oleh negara untuk membungkam rakyat jika melawan.

Tindakan yang dilakukan didasari alasan untuk memajukan sistem perekonomian nasional. Pemajuan sistem perekonomian nasional menganut asas demokrasi dan berkeadilan, tapi yang terjadi saat ini negara bukan memajukan ekonomi dengan asas demokrasi serta berkeadilan tetapi menganut asas investasi tanpa diskriminasi yang dimuat dalam prinsip pasar bebas.

Hal ini terjadi di banyak daerah di Indonesia tapi yang menjadi fokus dari tulisan ini adalah pelanggaran yang terjadi di wilayah Papua. Dalam tulisan ini hanyalah sebagian dari sekian banyak pelanggaran yang sering terjadi oleh karena kepentingan investasi yang diskriminatif. Yang dimaksud Papua mencakup wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tetapi hanya digunakan satu sebutan, yakni: Papua.

Hanya pelanggaran yang terjadi di wilayah Papua supaya yang harus diketahui adalah realita dari apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap rakyat Papua. Pemerintah selalu menutup pelanggaran yang dilakukan terhadap rakyat Papua agar orang di luar Papua dan di luar Indonesia tidak tahu tentang apa yang dilakukan.

Dengan begitu pemerintah Indonesia bisa membantah peristiwa ataupun kejadian yang diangkat oleh orang Papua dan orang di luar Papua tentang pelanggaran HAM, pelanggaran terhadap kemanusiaan, pembatasan ruang demokrasi, dan pengrusakan lingkungan hidup akibat investasi yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk pemilik modal.

Mereka yang diuntungkan

Dalam buku Madilog karya Tan Malaka, seorang penulis Amerika pernah mengatakan sekuat apapun Amerika tapi kalau tidak mampu menguasai negara yang kaya seperti Indonesia, maka sia-sialah kekuatan Amerika. Amerika, Inggris, dan para sekutunya melakukan apa yang disebutkan oleh penulis Amerika tersebut sehingga pemerintah Indonesia hanya dijadikan aktor tangan besi untuk memuluskan semua investasi yang akan dibangun di Indonesia sebagaimana kata presiden kedua Indonesia (Soeharto) kala itu dikutip dari buku Perjuangan Suku Amungme, Antara Freeport dan Militer, yang diterbitkan pada tahun 2003 oleh ELSAM pada 3 Maret 1973, bahwa Freeport adalah pelopor penanaman modal asing di Indonesia.

Pasti banyak pembaca yang sudah tahu tentang persoalan masa lalu di Papua tetapi apa yang terjadi saat ini pada rakyat Papua sangat sering diputarbalikkan kebenarannya karena dikhawatirkan akan mengancam kenyamanan investasi dan kepentingan penguasa yang sedang menikmati hidangannya di atas pelanggaran terhadap rakyat Papua yang karena integrasi, transmigrasi, dan investasi sehingga hak asasi orang Papua terancam.

Kesemuanya itu adalah akumulasi dampak yang hadir setelah perebutan Indonesia dan Belanda terhadap wilayah Papua yang ditentukan oleh Amerika. Karena masing-masing dari ketiga negara tersebut sama-sama memiliki kepentingan setelah ditemukannya sumur minyak, gas bumi, dan tambang emas di Tanah Papua, sehingga negosiasi Indonesia meminta bantuan dari Amerika berjalan mulus. Sebagai ganti Amerika diberikan hak melakukan ekplorasi di puncak Ertsberg, wilayah Amungsa.

Pembagian keuntungan dinikmati bersama. Amerika mendapatkan untung perdagangan hasil eksplorasi, Belanda mendapatkan untung dari hasil penemuan sumber daya di Erstberg dan Gresberg, Indonesia mendapatkan untung perizinan dan pembelian saham, sedangkan rakyat Papua hanya mendapatkan dampak buruk.

Pelanggaran bukan pembangunan

Banyak dari kita yang masih berpikir kalau ada investasi masuk di suatu daerah maka akan memberi dampak positif dengan adanya pembangunan yang akan mengurangi angka pengangguran serta akan memberdayakan sumber daya manusia agar terlepas dari kemiskinan dan menunjang tercapainya tingkat kesejahteraan. Pendidikan juga akan semakin maju dan bidang kesehatan akan sangat diperhatikan.

Namun sayangnya ada hal yang harus dibayar sebagai ganti. Malah yang dibayar sebagai gantinya akan lebih memberi dampak negatif yang signifikan terhadap eksistensi masyarakat adat dan kelestarian sumber daya alam di suatu daerah yang dijadikan wilayah eksplorasi sumber daya alam.

Dengan dalih demi kepentingan umum dan demi kepentingan pembangunan pemerintah akan melanggar HAM, padahal negaralah yang seharusnya bertanggung jawab penuh untuk melindungi hak asasi warga negaranya. Indonesia sudah meratifikasi kovenan internasional tentang HAM dan juga sebagai amanat BAB V UU Nomor 39 tahun 1999 pasal (71) yang mewajibkan pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, menegakan dan memajukan HAM. (*)

Oleh: Johan Djamanmona

Penulis adalah volunter di LBH Kaki Abu

Editor: Timoteus Marten

Related posts

Leave a Reply