Korban penembakan Asmat di RS Bhayangkara butuh bantuan Pemda

Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey bersama korban Jhon Tatai (25) yang tangan kirinya telah diamputasi – Jubi/Dok Komnas HAM Perwakilan Papua
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey bersama korban Jhon Tatai (25) yang tangan kirinya telah diamputasi – Jubi/Dok Komnas HAM Perwakilan Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Setelah penembakan yang dilakukan oleh oknum TNI terhadap warga sipil di Kabupaten Asmat pada 27 mei 2019 lalu. Salah satu korban, John Tatai (25) sudah dirujuk ke RS Bhayangkara Jayapura. Usai menjalani amputasi di tangan kirinya, kini kondisi John Tatai butuh bantuan Pemda.

Read More

Hal tersebut ditegaskan Pater Linus Dumatubun dari keuskupan Agats melalui pesan WhatsApp, Minggu (2/6/2019)

“Ada satu korban (John Tatai)yang dirujuk ke Jayapura bersama satu orang keluarganya yang adalah kakaknya. Mereka sekarang di RS Bhayangkara. mereka kesulitan untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari di Jayapura, semenjak dirujuk tanggal 31 Mei kemarin dari Agats,” katanya.

Untuk itu dia meminta Pemda Asmat memperhatikan hal itu. Mereka tidak dibiarkan dan ditelantarkan begitu saja. korban luka yang dirujuk mesti mendapat perawatan dan pengobatan intensif sebab kondisiya sangat lemah.

“Keluarga korban masih bersedih dan berduka karena 4 orang anggota keluarga mereka meninggal sewaktu kejadian kemarin,”ujarnya.

Sebelumnya Gereja Katolik Keuskupan Agats menyatakan sangat prihatin dengan penembakan yang terjadi di Basim ibu kota Distrik Fayit, sebab Kabupaten Asmat selama ini dikenal sebagai daerah yang aman. Gereja mengecam tindakan seperti ini yang mencerminkan tidak adanya rasa perikemanusiaan. Kita semua dikagetkan dengan penembakan oleh tentara terhadap masyarakat setempat yang memakan korban jiwa empat orang dan satu luka berat.

Keuskupan Agats yang diwakili Mgr. Aloysius Murwito OFM dalam pernyataan itu mengatakan apa pun alasannya, menyerang warga sipil dengan menggunakan alat negara sudah tentu merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Tanpa diberi kewenangan oleh Negara atau pun jika Negara tidak dalam keadaan darurat, maka seorang anggota TNl/POLRl tidak berhak menggunakan peralatan perang yang dipercayakan oleh negara untuk menyerang warga sipil.

“Dampak dari peristiwa ini membawa luka yang sangat besar dan mendalam bagi orang Asmat dan khususnya keluarga korban. Nilai nyawa manusia tidak bisa tergantikan dalam bentuk apa pun,”.

Pihaknya mendorong agar segala usaha pemulihan dilakukan secara holistik dengan cara-cara yang lebih bermartabat dan memenuhi unsur unsur keadilan. Bagi pelaku penembakan harus meminta maaf dan mengakui kesalahannya secara tulus hati kepada keluarga korban;

Peristiwa menurut pihaknya harus diselesaikan secara hukum. Pelaku harus diadili menurut undang-undang yang ada. Sementara pihak korban diberikan kesempatan mengikuti proses pengadilan dengan membawa saksi-saksi, supaya proses pengadilan bisa dilakukan seadil-adilnya.

Pihak gereja juga mengatakan ini merupakan pembelajaran bagi kita semua. Perlu berpikir secara jernih, tidak emosional dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi persoalan. (*)

Editor: Syam Terrajana

Related posts

Leave a Reply