Papua No. 1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Eks pasar lama Sentani hingga kini makin tak terurus. Para pedagang lokal harus menggelar dagangannya dekat dengan air septic tank yang tersumbat di dalam drainase dan mengalir keluar ke tempat mereka berjualanan.
Ketua Pemuda Peduli Lingkungan Hidup (PPLH) Sentani, Manase Bernard Taime, mengatakan kondisi ini harusnya diseriusi oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura.
“Mama pedagang juga harus perhatikan tempat di mana mereka taruh jualan mereka, karena hasil bumi yang dijual ini akan dibeli, kondisi seperti ini sangat disayangkan sekali,” ujar Manase, saat ditemu Jubi di Sentani, Sabtu (21/9/2019).
Dikatakan, pihaknya dalam kelompok peduli lingkungan terus melakukan upaya pembersihan dan penertiban tetapt-tempat yang terlihat kumuh dan penuh sampah. Tetapi upaya ini akan lebih baik kalau didukung oleh semua elemen masyarakat.
“Kita kasih bersih, tetapi masih saja ada masyarakat yang tidak perduli dengan kondisi sekitar dengan sampah yang terus dibuang seenaknya saja di sembarang tempat. Jelas ini akan berdampak secara luas,” katanya.
Untuk itu, dirinya meminta kepada semua pihak yang terus mengambil dan mencari keuntungan di eks pasar lama Sentani agar segera membenahi tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat jual bagi mama-mama Papua.
“Miris memang melihat kondisi ini, tetapi pemerintah punya andil dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi, sampah, air got, kemacetan arus lalu lintas, dan penataan ruang yang belum rapi hingga saat ini,” ungkapnya.
Senada dengan yang disampaikan Taime, Merlin, seorang pedagang sayur mayur di eks pasar lama Sentani, mengaku selama ini tidak ada perhatian pemerintah terhadap tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat berjualan bagi pedagang asli Papua.
“Padahal setiap hari kami bayar retribusi, tempat jual, dan juga sampah. Tetapi tempat jual dan kondisi eks pasar lama ini semakin hari tambah buruk saja tempatnya. Harus ada tempat yang baik, dekat dengan jangkauan kami sebagai pedagang, baru bisa kami dipindahkan,” pungkasnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari