Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut kebiasaan kekerasan di Polri warisan masa lalu saat lembaga itu masih bernaung di bawah payung Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Tradisi kekerasan turun temurun setidaknya hingga Polri resmi terpisah dari ABRI usai reformasi atau ketika ketika UU Kepolisian disahkan.
“Kalau reformasi 98, hitunglah sampai UU kepolisian lahir, berarti mereka-mereka yang dididik, dan lulus sampai tahun 2000 dia dibentuk masih dengan budaya kekerasan di lembaga pendidikan,” kata Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto dalam diskusi daring yang digelar Imparsial, Senin (1/11/2021).
Baca juga : Viral istri pejabat polisi di Sumatera Utara joget di Medsos pamer duit
Polisi terlibat perampokan mobil di Lampung dipecat
Laporan korban pemerkosaan di Aceh ditolak polisi, dalih belum vaksin .
Benny adalah pensiunan Polri mengaku menjadi saksi bagaimana prajurit Polri memang dididik dengan kekerasan. Menurut dia, riwayat itu membuat Polri kini tidak mudah keluar dari tradisi tersebut. Terlebih, para perwira tinggi di korps Bhayangkara saat ini juga merupakan lulusan 1988 sampai 1991, bahkan beberapa di antaranya adalah lulusan 1987.
“Nah ketika mereka ada di posisi puncak, dan hasil bentukan masa itu, kita bisa bayangkan apakah merubah bentukan itu bisa serta merta dan bisa membalik tangan, tidak,” kata Benny menjelaskan.
Bahkan ia menyebut kadang di bawah alam sadar masih muncul spontan dan sebagainya. Masalah itu belum lagi ditambah senioritas yang kental di kepolisian yang dalam praktiknya didikan angkatan di bawah 2000 juga sering melakukan hal serupa kepada para perwira muda. Termasuk kepada anggota Brimob yang ditempa untuk misi khusus.
Oleh sebab itu Benny menjelaskan untuk mengubah tradisi kekerasan di institusi kepolisian bukan hal mudah. “Nah inilah yang menurut saya juga mempengaruhi, ketika kita lihat apa yang terjadi di Tangerang. Penanganan demo dan sebagainya, meskipun Perkap sudah,” katanya.
Tercatat intitusi kepolisian menjadi sorotan beberapa waktu terakhir usai terjadi peristiwa kekerasan dan penyalahgunaan wewenang. Koalisi sipil pun kemudian mendesak terkait reformasi di tubuh Polri.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian menerbitkan surat telegram yang ditujukan untuk seluruh Kapolda di Indonesia buntut aksi kekerasan polisi kepada masyarakat di beberapa wilayah.
Dalam telegram tersebut, Listyo memerintahkan jajarannya untuk memastikan penanganan kasus kekerasan terhadap masyarakat dilaksanakan secara prosedural, transparan dan berkeadilan. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol