Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits B Ramandey meminta Kementerian Ketenagakerjaan turun tangan menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan antara PT Freeport Indonesia dan 8.300 karyawannya yang dipecat gara-gara mogok kerja pada Mei 2017. Ramandey menyatakan Kementerian Ketenagakerjaan harus memainkan peran eksekutorial atas putusan pengadilan yang menyatakan mogok kerja para karyawan sah dan dilindungi hukum.
“Sehingga Kementerian Ketenagakerjaan, Dinas Ketenagakerjaan Papua, Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Mimika harus menjadi fasilitator antara manajemen PT Freeport Indonesia dan karyawan yang di-PHK imbas dari mogok kerja. Ini yang belum dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan maupun Kementerian Ketenagakerjaan, sehingga harus dieksekusi,” katanya kepada Jubi melalui panggilan telepon selulernya, Jumat (18/2/2022).
Menurut Ramandey, hingga tahun 2022, para karyawan yang dipecat gara-gara mogok kerja masih berjuang tentang nasib mereka. Dalam persoalan ini, Kementrian Ketenagakerjaan harus mengambil alih.
Baca juga: Jumlah karyawan moker yang meninggal dunia bertambah jadi 96 jiwa
“Kementerian harus berani mendudukkan para pihak dengan manajemen. Kementerian harus menjadi fasilitator bagi karyawan yang mogok kerja. Karena, kalau tidak, ini akan menjadi persoalan di kemudian hari. Antara pemerintah Indonesia dan mekanisme ketenagakerjaan dan buruh di tingkat internasional,” katanya.
“PT Freeport Indonesia wajib melaksanakan amar putusan Mahkamah Agung, tidak bisa ditunda lagi. Manajemen melakukan konsolidasi dengan melihat amar putusan dari Mahkamah Agung, dan segera melaksanakan, tidak boleh di tunda lagi,” katanya.
Ramandey mengatakan bahwa sejak para karyawan yang dipecat mengadu kepada Komnas HAM RI, Komnas HAM telah menyurati manajemen. Menurutnya, Komnas HAM juga telah bertemu manajemen PT Freeport Indonesia.
Baca juga: Produksi emas dan tembaga Freeport naik dibanding 2020
“Komnas HAM pusat juga sudah mengeluarkan rekomendasi kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk membicarakan nasib 8.300 karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja oleh PT Freeport Indonesia. [Itu] rekomendasi dari Komnas HAM RI,” katanya.
Ramandey mengatakan Komnas HAM Perwakilan Papua juga telah melakukan investigasi atas kasus pemecatan 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia itu. “Kami melakukan investigasi dua hal. Pertama verifikasi soal jumlah karyawan mogok kerja 8.300, jumlah itu kami sampaikan kepada manajemen, jawaban manajemen bahwa tidak semua yang di-PHK itu karyawan PT Freeport Indonesia. Dari jumlah 8.300, ada sekitar 2000-an lebih karyawan yang teregistrasi dalam data karyawan PT Freeport Indonesia. Selebihnya, mereka memang bekerja [dalam operasi] PT Freeport, tapi dibawah kontraktor,” katanya.
Ramandey mengatakan para buruh PT Freeport Indonesia mengadu karena ada sejumlah karyawan yang tidak bisa mengakses akun Jamsostek mereka. “Kemudian manajemen Freeport menawarkan dua hal bahwa kalau karyawan yang sudah di fourlog, ada yang sudah mengundurkan diri. Kedua, mereka memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengurus Jamsostek. Tawaran manajemen itu ditolak, sebab Jamsostek itu bukan satu-satunya yang dituntut, tetapi bahwa karyawan yang mogok kerja diakomodir kembali bekerja,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G