Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Membuka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) tahun 2020, Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua mendesak Presiden Jokowi untuk memenuhi janjinya menuntaskan seluruh kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua.
Pengabaian negara terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua telah mendorong berulangnya kasus-kasus pelanggaran HAM dan mengorbankan makin banyak masyarakat sipil termasuk perempuan dan anak.
“Kebijakan negaramemperparah situasi kekerasan terhadap perempuan di Tanah Papua,” kata juru bicara Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua, Esther Haluk, sebagaimana tertuang dalam rilis pers yang diterima Jubi di Jayapura, Rabu (25/11/2020).
Lebih jauh Esther mengatakan peringatan HAKtP tahun ini dilaksanakan di tengah meningkatnya tensi politik akibat operasi militer di beberapa wilayah menjelang berakhirnya Otonomi Khusus Papua, pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta kerja yang mengancam kehidupan masyarakat dan alam Papua, serta pandemi Covid-19.
“Kekerasan terhadap perempuan berakar dari cara pandang dan interpretasi nilai-nilai dalam masyarakat yang diskriminatif terhadap perempuan. Situasi ini semakin diperparah dengan berbagai kebijakan negara yang semakin menyulitkan hidup perempuan di Papua,” katanya.
Selain mendesak Presiden Jokowi untuk memenuhi janji menuntaskan seluruh kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua, juga mengajuakan enam tuntutan lain, yakni:
Pertama, mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan operasi militer di Nduga, Puncak Jaya, Intan Jaya; dan menarik seluruh pasukan militer non-organik dari wilayah-wilayah itu. Kehadiran militer telah mengganggu keamanan hidup masyarakat terutama perempuan dan anak. Banyak perempuan dan anak mengungsi dan tidak bisa hidup layak di lokasi-lokasi pengungsian;
Kedua, mendesak Gubernur Papua, Bupati Nduga, Bupati Puncak Jaya, dan Bupati Intan Jaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di tempat pengungsian, terutama kebutuhan perempuan dan anak, mulai dari makanan, rumah, layanan pendidikan dan kesehatan, hingga kebutuhan akan rasa aman;
Ketiga, mendesak Presiden Republik Indonesia, Gubernur Papua, dan para bupati di seluruh Tanah Papua untuk menghentikan kebijakan-kebijakan yang mengancam eksistensi masyarakat adat dan menghancurkan alam Papua yang menjadi ruang hidup masyarakat Papua, terutama kaum perempuan. Kami menolak pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja nomor 11 Tahun 2020 dan mendesak negara menghormati hak-hak masyarakat Papua sebagaimana sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomis Khusus Papua;
Keempat, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Kekerasan seksual juga marak terjadi di Papua. Aturan hukum yang telah ada tidak cukup untuk melindungi korban dan menindak tegas para pelaku;
Kelima, mendesak aparat penegak hukum di Tanah Papua agar menerapkan prinsip nondiskriminasi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, dan menindak tegas pelaku kekerasan terhadap perempuan sesuai aturan hukum yang berlaku;
Keenam, mendesak semua lembaga adat, lembaga agama, lembaga pendidikan, dan berbagai kelompok masyarakat sipil di Tanah Papua untuk mempromosikan nilai-nilai kesetaraan terhadap perempuan dan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di semua bidang;
Ketujuh, mengajak seluruh masyarakat di Tanah Papua untuk memulai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan mulai dari diri, keluarga, hingga ruang-ruang sosial yang lebih luas.
Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua
Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua kembali melaksanakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) 25 November sampai 10 Desember 2020.
Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua terdiri dari lembaga, organisasi, komunitas, dan individu di Jayapura yang peduli pada Hak Asasi Manusia (HAM) secara umum dan secara khusus hak perempuan dan kelompok minoritas lainnya.
Koalisi ini melakukan berbagai kegiatan untuk mendorong masyarakat luas secara khusus perempuan, peduli, bicara, dan bergerak guna mendorong terwujudnya lingkungan yang bebas kekerasan.
Dalam peringatan 16 HAKtP tahun 2020, jaringan yang tergabungan dalam koalisi ini akan menyelenggarakan berbagai kegiatan di antaranya doa bersama, workshop, diskusi, pembersihan lingkungan, pemutaran film keliling, hingga pawai. (*)
Editor: Dewi Wulandari