Papua No.1 News Portal
Sentani, Jubi – Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura saat ini terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlindungan kawasan Cagar Alam Siklop dan kawasan penyangga, khususnya bagi masyarakat yang tinggal tepat di bawah kaki Gunung Siklop.
Hal ini tentunya berdampak kepada ketersediaan air bersih, ketika ada perambahan dan perusakan kawasan cagar alam Siklop secara masif.
Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw mengatakan, pihaknya melalui Dinas terkait secara rutin melakukan sosialisasi dan penegakan peraturan daerah terkait pengawasan dan perlindungan kawasan cagar alam Siklop.
” Sudah ada pertemuan dan koordinasi dengan sejumlah pihak, baik swasta, lembaga swadaya tetapi juga Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua, tinggal menunggu metode yang tepat dalam penanganannya,” ujar Bupati Awoitauw saat ditemui di Sentani, Sabtu (26/9/2020).
“Selain itu, ketika kedapatan ada warga yang sengaja melakukan aktivitas dan perambahan di kawasan cagar alam dan penyangga, pihaknya sudah perintahkan pihak berwajib untuk menangani sesuai prosedur hukum yang berlaku.
” Kita tidak mau ada bencana lagi, sementara kawasan cagar alam dan gunung Siklop ini sudah ditetapkan sebagai kawasan yang memiliki bencana permanen, oleh sebab itu, kita tidak bisa bermain-main dengan hal ini,” jelasnya.
Untuk ketersediaan air bersih, menurutnya kawasan cagar alam Siklop yang selama menjadi andalan penyuplai air bersih sudah mengalami penurunan, air danau Sentani yang dimaksimalkan sebagai sumber air bersih bagi masyarakat.
” Kekurangan debit air dari pegunungan siklop telah diantisipasi oleh perusahaan daerah air minum, tetapi juga air danau yang akan digunakan sebagai sumber air bersih kita,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Edwar Sembiring mengatakan, pasokan sumber air bersih dari sejumlah sungai besar yang mengalir dari gunung Siklop menuju ke Danau Sentani, saat ini dalam kondisi kritis, bahkan sudah tidak ada airnya.
” Air di sungai besar ini, aliran airnya dari hulu hanya berjarak 50-100 meter saja, lalu masuk ke dalam tanah,” ungkapnya.
Menurut Edward, perambahan hutan kawasan cagar alam Siklop menjadi tugas bersama, tidak hanya pemerintah daerah saja. Tetapi semua masyarakat harus secara bersamaan melakukan pengawasan dan pelestariannya.
” Yang namanya kawasan cagar alam, hanya digunakan untuk kepentingan edukasi dan penelitian saja. Tidak bisa untuk buka kebun, apalagi menebang pohon yang ada di dalam kawasan tersebut,” tutupnya. (*)
Editor: Syam Terrajana