Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru Bicara Komite Aksi United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) Ice Murib menyatakan bulan Agustus merupakan bulan duka nasional bagi Bangsa Papua. Negara Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dinilai Murib telah menodai sendiri perjuangan kemerdekaannya dengan berbagai kekerasan yang terjadi Papua.
“Indonesia telah membunuh tokoh politik dan pejuang bangsa Papua. [Indonesia membunuh] Arnold Ap, Thomas Wangggai, Theys H Eluay, Kelly Kwalik, Yawan Wayeni, dan banyak lagi. Selain membunuh, Indonesia juga memenjarakan tokoh bangsa Papua,” kata Murib kepada jubi, Minggu (4/8/2019).
Ice Murib mengatakan, sejak Indonesia mengasai Papua pada 1963, rangkaian kekerasan terus terjadi di Papua. Murib menyoroti nasib ribuan warga Kabapaten Nduga yang mengungsi, demi menghindari konflik bersenjata antara pasukan gabungan TNI/Polri dan kelompok bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya. “Ribuan jiwa rakyat Papua mengungsi, ratusan lainya meninggal dunia. Mereka kehilangan hak kesulungan atas tanah adat mereka, kehilangan anak, istri, dan sebagainya,” katanya.
Murib menyebut pembungkaman ruang demokrasi, penangkapan, pemenjaraan, penyiksaan, dan pembunuhan secara sistematis dilakukan Indonesia terhadap rakyat Papua. Oleh karena itu, Murib menilai perayaan kemerdekaan di tanah Papua sebagai penodaan terhadap martabat kemanusiaan orang Papua, dan menodai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
“Rakyat Papua tidak pernah ikut terlibat dalam memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Kami rakyat Papua juga tidak pernah terlibat dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945-1949,” katanya.
Ketua Komite Aksi Simon Daby juga menyebut perayaan kemerdekaan Republik Indonesia sebagai duka bangsa Papua. Pasalnya, Republik Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945 justru menjadi negara yang melakukan invasi militer ke Papua, dengan mengumuman Operasi Trikora pada 19 Desember 1961 sebagai jawaban Indonesia atas kemerdekaan Papua pada 1 Desember 1961.
“Dengan cara kekerasan, Indonesia telah menodai manifesto politik dan kemerdekaan bangsa Papua pada 1 Desember 1961. Trikora mengagalkan manifesto politik dan kemerdekaan bangsa Papua, dan memulai pemusnahan bangsa Papua,” kata Daby.
Daby menekankan, bangsa Papua juga tidak pernah dilibatkan dalam berbagai perjanjian pengalihan tanah Papua dari Belanda kepada Indonesia. Indonesia juga mengabaikan orang asi Papua sebagai pemilik sah sumber daya alam Papua, dengan memberikan kontrak karya pertambangan PT Freeport Indonesia yang merugikan rakyat Papua. “Hasil Pepera 1969 [yang diklaim Indonesia sebagai dasar menjadikan Papua wilayah Indonesia] juga didapatkan melalui ancaman, intimidasi, dan kekerasan terhadap rakyat Papua,” kata Deby. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G