Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Kepala Kepolisian Resor Nabire Nabire, Ajun Komisaris Besar Kariawan Barus mendukung pengajuan Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda Penanganan Konflik Sosial oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nabire. Kariawan menyebut pengajuan raperda itu merupakan kemajuan dan kepedulian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Nabire terhadap potensi konflik sosial di Nabire.
“Mau tidak mau, kita baru lahir [saja] pasti ada potensi konfliknya. Apalagi Nabire hari ini, tentunya ada [potensi konfliknya]. Aturan diciptakan untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan,” kata Kariawan saat menghadiri penjaringan aspirasi atas pengajuan Raperda Penanganan Konflik Sosial yang berlangsung di Nabire, Papua, pada Jumat (25/6/2021).
Menurutnya, ada sejumlah risiko konflik vertikal maupun konflik horisontal di Nabire. Ia mencontohkan, Nabire memiliki wilayah yang luas, dengan persoalan pertanahan dan hak ulayat. Polemik politik di Nabire juga hangat, terutama dalam hal Pemungutan Suara Ulang Pilkada, pemekaran Provinsi Papua, penyalahgunaan Dana Kampung, dan hal lainnya.
Baca juga: DPRD Nabire ajukan Raperda Penanganan Konflik Sosial
“Contoh, misalnya hari ini ada kecelakaan lalu lintas. [Jika hal itu tidak ditangani], itu bisa memicu perang suku,” tutur Kariawan.
Kariawan mengakui aparat sering kesulitan untuk mengakomodir lembaga sosial dan pranata adat dalam penanganan konflik sosial. Apalagi, di Nabire terdapat banyak suku masyarakat adat yang memiliki beragam hukum ada dan budaya, dan memiliki banyak lembaga adat.
Ia menyarankan pengaturan masalah kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mengedepankan pranata adat/sosial yang ada dan diakui keberadaannya. Apalagi, saat ini di Nabire terdapat banyak lembaga adat dari berbagai suku, dan belum ada pedoman lembaga adat yang mana yang harus diacu.
“Itu penting untuk diperjelas, atau [ditegaskan] akan diatur kemudian [dengan] Peraturan Bupati. Karena, saat ini banyak lembaga adat. Jadi yang mau dipakai atau diakui yang mana? Saat ini saja, [pengurus] yang sudah lama masih mengakui dirinya sebagai [pengurus] lembaga adat. Maka, pranata adat harus diperjelas, sebab kadang kala antara satu dan lainnya berbeda pendapat,” ujar Kariawan.
Baca juga: Draf penanganan konflik sosial jadi program prioritas Bapemperda DPRD Nabire
Ia juga meminta Raperda Penanganan Konflik Sosial itu dapat memperjelas pemangku kepentingan yang berwenang menangani konflik sosial, misalnya dalam hal Bupati membentuk Satuan Tugas Konflik yang akan menjadi mitra aparat keamanan. “Jadi, ketika ada masalah, kami sudah enak karena ada Satuan Tugas Konflik, [sehingga jelas] siapa saja yang dilibatkan untuk mengatasi [konflik sosial],” ujarnya.
Perwira Seksi Operasi Komando Distrik Militer 1705/Nabire, Kapten Inf Duriyat menyatakan pihaknya juga mendukung langkah DPRD Nabire mengajukan Raperda Penanganan Konflik Sosial. Ia berharap raperda itu nantinya akan memuat ketentuan yang bisa menjadi patokan bagi TNI dalam menangani konflik sosial di Nabire.
“Kami sifatnya backup Polri. Kalau ada pasal untuk aparat, sangat bagus untuk jadi pegangan dalam melaksanakan tugas,” ujar Duriyat. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G