Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sementara itu, Ketua Mogok Kerja Wilayah Jayapura, Papua Anton Awom mengatakan karyawan PT Freeport Indonesia yang dipecat karena mengikuti mogok kerja pada Mei 2017 berjumlah 8.300. Namun, dalam perjalanan terdapat sekitar 72 orang yang meninggal dunia. Namun, data terbaru lagi, bahwa kematian buruh yang mogok kerja itu bertambah 24 orang, sehingga total karyawan PHK yang meninggal dunia sebanyak 96 orang.
“Mereka yang meniggal dunia ini tersebar di seluruh Indonesia. Dan kami yang berjuang, baik di Papua maupun di Jakarta, yang masih hidup sekarang kami berjumlah 8.204 jiwa. Kami masih memperjuangkan nasib kami yang di-PHK sepihak oleh PT Freeport Indonesia,” katanya.
Awom mengatakan imbas dari PHK besar-besaran itu membuat karyawan yang mogok kerja kehilangan pekerjaan, tunjangan keluarga, dan biaya hidup yang semakin berat, bahkan ada yang depresi. “Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, ada [karyawan mogok kerja] yang sakit, ada yang pikiran, karena kebutuhan hidup yang berat sehingga mereka meninggal dunia,” katanya.
Baca juga: Pendiri Freeport McMoran Jim Bob Moffett meninggal
Awom mengatakan pihaknya meminta perlindungan Hak Hidup kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sebab, Komnas HAM telah melakukan investigasi terkait pelanggaran hak-hak buruh mogok kerja. “Komnas HAM bisa menyuarakan, agar bisa didengarkan oleh pihak pemerintah dan perusahaan PT Freeport Indonesia itu sendiri,” katanya.
Awom mengatakan mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan Freeport pada Mei 2017 itu sah secara hukum, sehingga seharusnya tidak ada karyawan yang dipecat gara-gara mengikuti mogok kerja. Awom meminta Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua, maupun Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk segera bersuara kepada Freeport agar mengakomodir para karyawan yang mogok kerja.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Emanuel Gobay mengatakan tahun 2022 ini sudah memasuki tahun ke-5 karyawan PT Freeport Indonesia yang berjumlah 8.300 memperjuangkan nasib mereka. Namun 96 jiwa yang telah meniggal dunia, sebelumnya 72 orang yang meninggal dunia.
Baca juga: Produksi emas dan tembaga Freeport naik dibanding 2020
Mereka yang meninggal dunia karena kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah di-PHK sepihak oleh PT Freeport Indonesia pada tanggal 1 Juli 2017. Terkait dengan perjuangan para karyawan mogok kerja ini.
Gobay Komnas HAM Perwakilan Papua sudah melakukan investigasinya tentang pelanggaran hak hidup. “Tetapi, sudah diumumkan atau masih belum, saya belum tahu,” katanya kepapada Jubi melalui sambungan selulernya, Kamis (17/2/2022).
Gobay menyerukan Gubernur Papua, Ketua DPR Papua, dan Ketua MRP segera ambil tindakan untuk memfasilitasi karyawan yang di-PHK bertemu dengan PT Freeport Indonesia. “Manajemen PT Freeport Indonesia segera aktifkan gaji pokok, asuransi, dan pekerjakan kembali 8.300 buruh PT Freeport Indonesia yang mogok kerja,” tegasnya.
Baca juga: Dewan Adat Papua kritik polemik pembangunan smelter Freeport di Jawa Timur
Gobay meminta Gubernur Papua segera memerintahkan manajemen PT Freeport Indonesia untuk menjalankan Surat Penegasan Gubernur Papua terkait Kasus Mogok Kerja PT Freeport Indonesia Nomor 540/14807/SET tertanggal 19 Desember 2018. “Ketua DPR Papua, segera realisasikan janji kepada perwakilan 8.300 buruh mogok kerja PT Freeport Indonesia untuk membentuk pansus guna menyelesaikan persoalan nasib 8.300 buruh mogok kerja PT Freeport Indonesia,” katanya.
Gobay mengatakan, Ketua MRP juga diminta segera realisasikan janji kepada perwakilan 8.300 buruh mogok kerja PT Freeport Indonesia untuk menyelesaikan persoalan nasib mereka. “Jangan berjanji saja, harus direalisasikan. Kami minta MRP harus tegas untuk untuk memfasilitasi buruh Freeport yang di-PHK dengan manajemen PT Freeport, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk mengakomodir kembali buruh yang mogok kerja,” katanya.
Gobay menyatakan agar tenaga kerja Freeport yang di-PHK bisa kembali dipekerjakan, sebab Mahkamah Agung telah memutus bahwa mogok kerja karyawan PT Freeport Indonesia pada Mei 2017 sah. “Mahkamah Agung menyatakan aksi mogok yang dilakukan 8.300 buruh PT Freeport Indonesia adalah sah di mata hukum. Putusan ini diambil majelis hakim usai memeriksa dua alat bukti, yakni bukti TK/PR-16 berupa Surat Dinas Tenaga Kerja Papua tanggal 12 September 2018, dan bukti TK/PR-17 berupa Surat Gubernur Papua tanggal 19 Desember 2018,” katanya.
Baca juga: MRP minta 20 ribu lowongan kerja di smelter Freeport dikhususkan bagi orang Papua
Gobay menegaskan kedua surat ini menyatakan langkah pekerja yang meninggalkan tempat kerja mulai tanggal 11 April 2017, 18 April 2017, 20 April 2017 dan 1 Mei 2017, berikut aksi mogok kerja, dinyatakan sah. “Dalam putusannya, MA menyatakan jika kedua bukti tersebut dipertimbangkan secara saksama, dapat diperoleh fakta hukum bahwa tidak bekerjanya para buruh mulai tanggal 21 September 2017 sampai dengan 19 Oktober 2017 karena melakukan mogok kerja yang sah,” katanya.
Gobay mengatakan putusan yang ketiga menjelaskan, karena mogok kerja yang dilakukan para buruh adalah bagian dari kegiatan berserikat yang dilindungi oleh hukum. “Maka sesuai ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh juncto ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf g Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” katanya.
Gobay mengatakan terhadap pekerja yang sedang melakukan kegiatan serikat pekerja mendapat perlindungan dari tindakan pemutusan hubungan kerja. Dengan demikian, tindakan Penggugat (PT Freeport Indonesia) melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Tergugat (buruh) dengan alasan/kualifikasi mengundurkan diri dinyatakan tidak sah, dan Tergugat harus dipekerjakan kembali pada tempat semula.
“Hal tersebut dijamin sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” tuturnya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G