Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Presiden Joko Widodo didesak untuk memperpanjang masa pemberlakuan kebijakan moratorium penerbitan izin baru untuk perkebunan kelapa sawit yang akan berakhir pada Sabtu (18/9/2021). Desakan itu disampaikan Koalisi Moratorium Sawit yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil di bidang lingkungan hidup dan advokasi masyarakat adat di Indonesia, termasuk Papua.
Dalam keterangan pers tertulisnya pada Sabtu, Koalisi Moratorium Sawit menyatakan mereka telah mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (17/9/2021), untuk meminta Jokowi memperpanjang masa pemberlakukan moratorium penerbitan izin baru untuk perkebunan kelapa sawit. “Harapan dari Koalisi Moratorium Sawit, Presiden dapat memperpanjang dan memperkuat kebijakan moratorium sawit untuk masa depan hutan Indonesia,” demikian keterangan pers tertulis Koalisi Moratorium Sawit.
Koalisi Moratorium Sawit menyatakan kebijakan moratorium izin perkebunan kelapa sawit yang diberlakukan sejak 19 September 2018 belum menghasilkan kemajuan berarti dałam perbaikan tata kelola Sawit di Indonesia. Koalisi Moratorium Sawit mendesak kebijakan moratorium diperpanjang dengan sejumlah perbaikan.
Baca juga: Selamatkan hutan adat dari sawit, Kuasa hukum Bupati Sorong: Kami tolak semua dalil gugatan PT IKL
Moratorium penerbitan izin baru perkebunan kelapa sawit diperlakukan pemerintah dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Moratorium itu berlaku sejak 19 September 2018 – 18 September 2021.
Pengkampanye Forest Watch Indonesia (FWI), Agung Ady mengatakan pihaknya sangat mendukung moratorium sawit untuk diperpanjang. Akan tetapi, FWI meminta perpanjangan moratorium dilaksanakan secara serius dan lebih transparan.
“Publik harus lebih banyak dilibatkan dalam prosesnya, baik dalam hal evaluasi perizinan hingga penyebarluasan informasi hingga ke level daerah. Sehingga tidak ada lagi kepala daerah yang tidak menjalankan kebijakan ini karena telat mendapatkan informasi,” kata Agung sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulis Koalisi Moratorium Sawit.
Baca juga: MRPB bentuk Pansus untuk dukung langkah Bupati Sorong cabut izin perkebunan sawit
Ia menyatakan pemerintah pusat harus terbuka jika menemukan kendala dalam mengimplementasikan kebijakan moratorium itu. “Jika semua pihak turut dilibatkan, ada mekanisme check and balance yang bisa memastikan tidak adanya saling lempar tanggung jawab, dan tujuan moratorium sawit dapat dilaksanakan sesuai dengan mandatnya, yaitu memperbaiki tata kelola perkebunan sawit menuju sawit berkelanjutan,” kata Agung.
FWI menilai aspek penegakan hukum pada masa masa moratorium itu tidak berlangsung maksimal. Inpres menginstruksikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengambil langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit. Namun, tidak ada instruksi lebih lanjut yang diberikan kepada aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan/atau Kepolisian untuk tindak lanjutnya. Bahkan sampai saat ini belum ada informasi yang dibuka ke publik perihal pelaksanaannya.
Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Adrianus Eryan menyatakan penegakan hukum menjadi relevan dan penting apabila pemerintah ingin memperbaiki tata kelola perkebunan sawit melalui pelaksanaan Inpres. “Karena kewajiban dalam Inpres belum selesai dilaksanakan, relevan dan mendesak bagi presiden untuk memperpanjang sekaligus memperkuat Inpres Moratorium Sawit,” kata Adrianus.
Baca juga: Hampar kisah mula Sawit di Papua (1)
Juru Kampanye Sawit Kaoem Telapak (KT), Rahmadha menambahkan perbaikan tata kelola sawit berpengaruh terhadap keberterimaan sawit Indonesia di pasar global. Perpanjangan moratorium sawit justru akan menguntungkan pelaku usaha, karena membuat produk berbahan sawit dari Indonesia lebih diterima oleh pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat.
“Negara- negara pasar seperti Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat saat ini sedang mengembangkan legislasi uji tuntasnya untuk memastikan bahwa semua komoditas produk yang dijual di pasar mereka bebas dari deforestasi dan degradasi lahan. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang diusulkan bersama lima komoditas lainnya,” kata Rahmadha.
KT memperkirakan uji tuntas yang sedang disusun Uni Eropa dan Amerika Serikat akan menambahkan skema benchmarking, di mana negara dengan sejarah deforestasi yang tinggi akan memiliki persyaratan pelaporan dan penelusuran yang lebih ketat pula. “Jika moratorium sawit diperpanjang dan diperkuat, sawit Indonesia berpeluang tergolong komoditas low risk dan tingkat keberterimaannya akan semakin mudah,” ujar Rahmadha.
Baca juga: Hampar kisah mula Sawit di Papua (2)
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware mengatakan capaian implementasi moratorium sawit patut diapresiasi, kendati mandat moratorium belum terlaksana dengan tuntas. Menurutnya, perbaikan tata kelola sawit yang menjadi cita- cita besar masih jauh dari harapan.
“Jika [masa pemberlakuan] Inpres itu tidak dilanjutkan, itu akan sangat mengkhawatirkan. Hutan akan terancam, ekspansi sawit akan terus terjadi serta dapat berujung pada meningkatkan konflik di masyarakat. Untuk itu kami melihat moratorium sawit penting untuk dilanjutkan, dengan catatan seluruh pihak yang termandatkan dapat menjalankan kebijakan ini dengan serius, memiliki target capaian yang spesifik dan langkah-langkah mewujudkannya, meningkatkan transparansi dan membuka peluang kolaborasi para pihak demi mewujudkan tata kelola sawit yang semakin baik,” kata Inda.
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Andi Muttaqien menegaskan Indonesia sebagai negara eksportir terbesar minyak sawit dunia memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki tata kelola industri perkebunan sawit. Apalagi pasar global tengah berupaya mengembangkan produk-produk ramah lingkungan, berkelanjutan dan tidak eksploitatif.
Baca juga: Hampar kisah mula Sawit di Papua (3- selesai)
“Inpres Moratorium Sawit merupakan salah satu skenario penting yang telah disusun oleh Pemerintah dalam merespon berbagai isu keberlanjutan di sektor perkebunan sawit seperti persoalan tumpang tindih perkebunan sawit di kawasan hutan yang juga berdampak pada persoalan HAM. Selain itu, Inpres Moratorium Sawit pula merupakan manifestasi dari kewajiban negara dan bagian proses uji tuntas HAM dalam melindungi keberlanjutan masyarakat khususnya di wilayah yang memiliki pelanggaran HAM yang tinggi, tidak terkecuali di area perkebunan sawit. Untuk itu, penting bagi Pemerintah untuk melanjutkan dan memperkuat kebijakan moratorium ini kedepan,” kata Andi.
Dukungan perpanjangan kebijakan moratorium sawit juga datang dari masyarakat secara umum. Melalui petisi Change.org yang bertajuk “Pak Jokowi Tolong Perpanjang Moratorium Sawit, Supaya Hutan Indonesia Tetap Lestari”, terdapat sebanyak 3.461 orang yang menuntut moratorium sawit tetap terus dilakukan. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G