JANGKAR desak Kejati Papua Barat transparan soal pengawasan anggaran penanganan Covid 19

Papua, anggaran penanganan covid 19
Tenaga kesehatan Manokwari saat pengambilan sampel Swab Covid-19 di salah satu instansi vertikal. (Jubi/Hans Arnold Kapisa)

Papua No.1 News Portal

Manokwari, Jubi – Direktur Jaringan Advokasi dan Kebijakan Anggaran (JANGKAR) Papua Barat, Metuzalak Awom, di Manokwari menyampaikan pandangan hukum terkait alokasi anggaran yang telah difokuskan kembali [refocusing] dari APBD Provinsi Papua Barat tahun 2020, untuk menunjang kegiatan satuan tugas (satgas) percepatan penanganan virus Korona di Papua Barat.

Dikatakan Awom, kurun 6 bulan berjalan masa pandemi Korona, Pemerintah Papua Barat maupun Satgas Korona, belum secara transparan menyampaikan laporan penggunaan anggaran secara berkala kepada publik, berikut item penggunaannya.

Read More

“APBD Papua Barat telah mengalami refocusing dan realokasi untuk kepentingan umum di masa darurat pandemi. Tapi, laporan berkala juga wajib disertakan, sehingga masyarakat pun ikut mengawal keberhasilan maupun kegagalan yang dicapai,” kata Awom, kepada Jubi Selasa (29/9/2020).

Fakta lain yang terjadi, sebut Awom, angka kasus positif korona di Papua Barat terus mengalami peningkatan. Hal itu berdampak pada perangkat lain di bidang kesehatan [Faskes] dan karantina yang kini dilaporkan mengalami over kapasitas.

Hal ini, tentunya berbanding terbalik dengan ratusan miliar rupiah yang telah digelontorkan ‘khusus’ untuk menangani masalah pandemi Korona di Papua Barat. Sehingga evaluasi total perlu dilakukan oleh Pemerintah bersama seluruh elemen yang terlibat dalam Satgas Korona Papua Barat.

“Kepatuhan terhadap protokol kesehatan itu wajib dilaksanakan. Tapi masyarakat jangan sampai hilang harapan, ketika Pemerintah dan satgasnya tak lagi berdaya di balik masalah over kapasitas, kekurangan fasilitas dan lain sebagainya,” kata Awom.

Awom juga menilai, satgas Kejaksaan Tinggi Papua Barat, yang semula mendeklarasikan diri sebagai pengawal anggaran penanganan Korona di wilayah Papua Barat, belum mampu merincikan serapan anggaran tersebut secara berkala di Papua Barat.

“Kejati ada satgas yang awasi realokasi dan refocusing anggaran, tapi sampai saat ini tidak ada kabar dari hasil kerja mereka,” tutur Awom.

Asisten intelijen kejaksaan tinggi Papua Barat, Rudy Hartono, mengklaim Satgas Kejati Papua Barat rutin mengawasi penggunaan anggaran korona di provinsi mapun kabupaten/kota, melalui jajaran Kejaksaan Negeri.

Meski tak menyebut besaran [nilai serapan anggaran], namun Rudy, mengakui bahwa laporan perkembangan penggunaan anggaran penanganan Korona di provinsi maupun kabupaten/kota, rutin diterimanya dua kali dalam sebulan.

“Laporan rutin kami terima dua kali pada [minggu ke 2 dan ke 4] bulan berjalan. Itu kami teruskan ke Kejaksaan Agung di Jakarta,” kata Rudy dalam wawancara terpisah bersama Jubi belum lama ini.

Data laporan yang diterima, kata Rudy, menjadi bahan [kontrol] satgas Kejati , sehingga pemanfaatan anggaran korona di provinsi dan kabupaten/kota tepat fungsi dan sesuai aturan yang berlaku.

“Jakarta juga ikut kontrol, jadi kalau ada pelanggaran kita sudah punya bahan untuk bertindak,” tuturnya.

Berdasarkan data, total keseluruhan penggunaan APBD Papua Barat tahun 2020 untuk penanganan Korona di Papua Barat sebesar Rp197.817.952.913.75. Fokus utama penggunaan anggaran tersebut pada tiga kegiatan yaitu penaganan kesehatan, jaring pengaman sosial (JPS) dan dampak ekonomi.

Adapun rincian masing-masing dari tiga fokus tersebut antara lain, penanganan kesehatan, meliputi 36 kegiatan dengan total belanja Rp90.129.618.359. ; Untuk jaring pengaman sosial (JPS), meliputi dua kegiatan, yaitu bantuan tunai, non-tunai dan bantuan pangan dengan total belanja anggaran Rp48.665.014.518.75. ;

Untuk penanggulangan dampak ekonomi berupa bantuan paska kerja bagi tenaga kerja yang dirumahkan/PKH dan bantuan sektor formal/non formal [tanpa nilai Rp].

Selain tiga fokus di atas, sumber data menyebutkan, bahwa ada pula penggunaan anggaran senilai Rp4.423.320.000, untuk dukungan kesekretariatan meliputi biaya penunjang kesekretariatan dan biaya pendataan non kesehatan. (*).

Editor: Syam Terrajana

Related posts

Leave a Reply