Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Ali Fatah, seorang petani Warga Dusun Tugu, Desa Pengkol, Kecamatan Jatiroto, Wonogiri disebut sukses saat menanam salah satu komoditas umbi porang. Tanaman itu ia budidayakan dan beralih pekerjaan dari penjual sapi yang ia lakoni sebelumnya. Tingginya keuntungan menjadi alasan utama Fatah meninggalkan pekerjaan lama sebagai pedagang sapi.
“Hitungan saya keuntungan yang didapatkan dari budidaya porang lebih tinggi sekitar 50 persen. Dengan asumsi modal yang sama, dalam satu tahun saya dapat hasil kotor dari blantik (penjual sapi) sapi Rp300 juta. Sementara dari budidaya porang bisa Rp 500 juta per tahun,” kata Fatah, Minggu, (20/6/2021).
Baca juga : Daerah ini mampu ekspor komoditas asam gelugur hingga ratusan ton
Harga sejumlah komoditas pertanian di Kota Jayapura turun
Pohon singkong daerah ini diklaim mampu produksi 40 kilogram per batang
Fatah kini sedang sibuk membudidayakan porang bersama empat pekerjanya. Bahkan belum lama ini ia mengirim hasil panen porang ke pabrik yang ada di Jawa Timur. “Saya menjadi blantik sapi sudah sepuluh tahun. Sejak dua hingga tiga bulan lalu saya berhenti total sebagai pedagang sapi. Sekarang fokus menanam porang. Kalau dua-duanya dijalankan tidak mampu,” kata Fatah menambahkan.
Ia mulai mencoba budi daya porang sejak awal 2020, saat itu langsung menanam porang dengan jumlah banyak. Fatah menghabiskan 380 kilogram bibit porang katak dan empat ton bibit porang umbi besar.
Pada 2020 itu ia mengaku sempat gagal, karena asal tanam kemudian dan ditinggal begitu saja. “Saya kan juga belum pengalaman, kata orang cukup ditanam nanti bisa hidup. Ternyata malah tidak maksimal. Saat itu saya masih dagang sapi juga,” ujar Fatah menceritakan kisah awal membudidayakan porang.
Saat menanam porang kali pertama, ia mencoba menanam porang dua bibit di dekat rumah. Setelah dipanen, masing-masing menghasilkan umbi seberat 4,2 kilogram dan 3,7 kilogram. Melihat hasil itu, timbul semangat dari Fatah untuk kembali membudidayakan porang. Sekitar Oktober dan November 2020, Fatah kembali menaman porang dengan jumlah banyak.
Ia menghabiskan 350 kilogram bibit katak dan lima ton bibit umbi besar. Sebagian lahan yang digunakan pada awal menanam tidak digunakan lagi. Justru ia punya lahan baru yang dinilai lebih cocok untuk ditanami porang.
Kini lahan itu tersebar di 15 tempat. Sejak Mei 2021 Fatah mulai panen porang ia sudah dua kali mengirim umbi produksi hasil panen porang ke pabrik di Jawa Timur.
Pengiriman pertama sebanyak 4,160 ton dan pengiriman kedua 5,4 ton dari porang yang hanya ibudidayakan selama satu musim atau delapan bulan karena bibitnya berasal dari umbi.
Menurut Fatah, dari bibit umbi yang belum dipanen masih berpotensi menghasilkan umbi produksi sebanyak 12 ton. Panen umbi produksi dari jenis bibit umbi akan terus dilakukan bertahap berlangsung hingga Agustus 2021.
“Jadi yang saya panen yang dari bibit umbi. Kalau dari bibit katak belum saya panen umbi produksinya. Yang dipanen baru umbi katak yang ada di daun. Umbi katak di daun saya panen dapat sekitar satu ton,” katanya.
Dari hasil panen yang belum selesai Fatah lakukan, ia bisa memprediksi keuntungan yang diperoleh cukup besar. Ia tidak menghitung modal yang dikeluarkan secara detail. Namun ia memperkirakan hasil yang diperoleh lebih tinggi dari modal yang dikeluarkan.
Dari bibit umbi yang ditanam Fatah menghasilkan umbi produksi sebanyak 20 ton. Saat ini, satu kilogram umbi produksi harganya Rp7.500. Sehingga total sudah mendapatkan Rp150 juta.
Fatah juga telah memanen umbi katak di daun sebanyak satu ton. Satu kilogram bibit katak Rp200 ribu sehingga jika dijual sudah dapat Rp200 juta.
Di situlah sisi keuntungan lain, selain umbi produksi yang dari bibit katak belum dijual. Selain itu harga umbi porang akan berangsur naik hingga Agustus 2021. “Karena musimnya bagus, jadi harganya bagus juga,” katanya. (*)
Editor : Edi Faisol