Ini rekomendasi Pansus Banjir Bandang Dewan Kabupaten Jayapura

Salah satu unit rumah yang belum selesai pembangunannya. -Jubi/Ist

Papua No.1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Panitia Khusus (Pansus) Banjir Bandang Dewan Kabupaten Jayapura yang dibentuk Juli 2021 dan melaksanakan tugasnya hingga 13 Desember 2021, telah menyerahkan sejumlah rekomendasi hasil pengawasan di lapangan atas proses pembangunan rumah warga yang terdampak banjir bandang dan luapan air Danau Sentani, pada 16 Market 2019 lalu.

Read More

Selain itu, pansus ini turut mengawasi aliran dana bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebesar Rp 275 miliar, yang masuk ke kas daerah sejak September 2020. Namun penyerapan anggaran tersebut hingga 2021 awal, baru sekitar 7 persen.

Ketua Pansus, Lerry Patrik Suebu mengatakan, pihaknya telah melaksanakan beberapa kegiatan sebagai upaya untuk mengumpulkan sejumlah data dan informasi, yang dibutuhkan dalam rangka mengevaluasi capaian kinerja pemerintah Kabupaten Jayapura, dalam menyelenggarakan pembangunan dan rehab rumah para korban banjir bandang Sentani pada 2019 lalu.

Berdasarkan hasil konsultasi dengan pihak BNPB dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perangkat daerah terkait, serta dialog dengan masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama di lokasi pembangunan dan rehab rumah penduduk korban bencana banjir bandang Sentani, maka ada sejumlah rekomendasi dan poin penting yang telah dirumuskan oleh pansus, dan diserahkan kepada pihak eksekutif dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jayapura.

“Mengingat bahwa daerah ini telah dilanda banjir bandang dan tanah longsor yang banyak menelan korban jiwa dan harta, termasuk rumah tinggal penduduk yang bermukim di sekitar kaki pegunungan Cycloop, maka para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama menyampaikan aspirasinya agar pemerintah daerah segera melaksanakan relokasi penduduk yang telah bermukin di sekitar kaki gunung, yang telah menimbulkan kerusakan hutan lindung di Kawasan Cagar Alam Cycloop, serta dampaknya yakni bencana banjir dan tanah longsor,” ujar Patrik Suebu saat ditemui di Sentani, Rabu (2/3/2022).

Rekomendasi berikutnya, kata Suebu, Pemerintah Kabupaten Jayapura agar segera menyelesaikan proses pembangunan dan rehab rumah penduduk korban banjir bandang Sentani secara menyeluruh. Hal demikian perlu ditegaskan, mengingat bahwa berdasarkan hasil kunjungan ke lapangan dan dialog dengan masyarakat, para tokoh adat dan tokoh agama, maka diperoleh informasi bahwa masih ada sejumlah kepala keluarga korban banjir bandang Sentani di beberapa titik permukiman penduduk yang terdampak banjir bandang, yang belum terdaftar sebagai kelompok penerima bantuan pembangunan atau rehab rumah.

Dikatakan, pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan pembangunan dan rehab rumah warga terdampak banjir bandang, sebaiknya memprioritas penggunaan tenaga kerja yang ada di lokasi pembangunan atau rumah yang direhab tersebut, sebagai upaya untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan tenaga kerja setempat.

Pihak BPBD Kabupaten Jayapura perlu segera mengakomodir permintaan warga yang terdampak banjir bandang, tetapi mereka belum terdata pada pengumpulan data pertama, sehingga semua warga yang rusak rumahnya akibat banjir bandang dapat terlayani dalam program rehab rumah pada tahap berikutnya, sebagai upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan program ini secara efektif dan tepat sasaran.

“Pihak BPBD Kabupaten Jayapura sangat urgent untuk melibatkan perangkat daerah terkait, utamanya Dinas Pertanahan, Perumahan dan Permukiman, serta Dinas PU, dalam proses pendataan lanjutan serta verifikasi dan validasinya, sehingga dapat diperoleh data yang akurat, dan valid,” jelasnya.

Menurutnya, pelaksanaan fungsi pengawasan pemerintah daerah, utamanya pihak BPBD serta Dinas Perumahan dan Permukiman perlu diintensifkan dengan meningkatkan intensitas kunjungan ke titik-titik lokasi pembangunan dan rehab rumah korban banjir bandang Sentani yang berlangsung saat ini, guna mengontrol langsung dan mengevaluasi capaian hasil kerja masing-masing pihak ketiga yang menjadi pelaksana kegiatan.

Mengingat bahwa di lapangan masih ada sejumlah pihak ketiga yang belum melaksanakan pekerjaannya, padahal telah menerima pencairan dana tahap pertama sebesar 30 persen dari total nilai kontrak. Oleh karena itu, perlu segera dibuatkan surat teguran bagi pihak ketiga pelaksana kegiatan yang belum memulai pekerjaannya.

“Pihak Inspektorat Daerah perlu segera melaksanakan audit internal pengunaan dana hibah pemerintah pusat yang telah diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Jayapura, sehingga pengelolaannya dapat lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam pasal 3 PP nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” ucapnya.

Dirinya berharap, Pemerintah Kabupaten Jayapura memberikan sanksi kepada pihak ketiga pelaksana kegiatan yang belum memulai pelaksanaan kegiatan rehab rumah warga terdampak banjir bandang, padahal telah menerima pencairan tahap pertama dana kegiatan sebesar 30 persen dari nilai kontrak yang disepakati dalam Surat Perintah Kerja (Kontrak).

Menurutnya, sanksinya dapat dilaksanakan dalam bentuk penundaan pembayaran tahap kedua, serta memberikan surat peringatan.

“Berhubung pelaksanaan kegiatan ini berlanjut hingga tahun 2022, sesuai dengan Surat Menteri Keuangan RI Nomor S8/MK.7/PK.3/2021, tanggal 8 September 2021 tentang persetujuan perpanjangan waktu pertama pelaksanaan kegiatan hibah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, tahun anggaran 2021, maka diharapkan agar DPRD Kabupaten Jayapura membentuk kembali Pansus Banjir Bandang di tahun 2022, guna menjalankan fungsi pengawasan secara efektif dalam penyelenggaraan pembangunan dan rehab rumah warga terdampak banjir bandang Sentani,” katanya.

Sementara itu, salah satu anggota Pansus Banjir Bandang, Sihar Tobing mengatakan, dengan melihat kondisi di lapangan bahwa penggunaan dana bantuan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (RR) pascabencana Banjir Bandang Sentani tahun 2019, memang sejak awal sudah menjadi masalah.

Selain itu, masyarakat mengalami kerugian dari sisi waktu yang terlalu lama. Belum lagi dari segi materi, sebagaimana estimasinya disiapkan dana sebesar Rp 50 juta untuk rumah yang rusak parah.

“Ini akan menjadi perhatian bagi semua pihak, termasuk juga aparat penegak hukum, kenapa saya bilang bermasalah? Karena dana ini sempat didiamkan selama 8 bulan. Sehingga menjadi perhatian publik, kemudian ada demo-demo yang dilakukan masyarakat,” katanya. (*)

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply