Ini jawaban JPU atas eksepsi Tim Advokasi Orang Asli Papua

Suasana sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Rabu (20/11/2019). - Jubi/Hengky Yeimo
Suasana sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Rabu (20/11/2019). – Jubi/Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura para Rabu (20/11/2019) kembali menggelar sidang dugaan perusakan yang terkait kasus amuk massa di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019 lalu. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Maria Sitanggang yang didampingi hakim anggota Muliyawan dan Adul Gafur Bungin itu mendengar jawaban jaksa penuntut umum atas eksepsi yang diajukan Tim Advokasi Orang Asli Papua selaku penasehat hukum para terdakwa.

Read More

Dalam jawabannya pada Rabu, Jaksa Penuntut Umum Adrianus Tomana mengatakan eksepsi yang disampaikan penasehat hukum sejumlah terdakwa pada 13 November lalu tidak mendasar. Hal itu disampaikan Tomana sebagai jawaban atas eksepsi Tim Advokasi Orang Asli Papua yang mempertanyakan dakwaan jaksa penuntut umum yang tanpa pasal penyertaan.

“Cara mereka melakukan kajian tidak sesuai dengan ilmu hukum. Sebab, [tanpa penerapan penyertaan sebagaimana dimaksud] Pasal 55, [ketentuan Pasal] 170 kitab KUHP sudah menyangkut [unsur] tenaga bersama  dalam melakukan pelanggaran hukum,” kata Adrianus Tomana usai membacakan jawaban atas eksepsi itu, Rabu.

Dalam jawabannya, Adrianus Tomana juga menolak eksepsi Tim Advokasi Orang Asli Papua yang menyoal usia terdakwa IH dalam perkara nomor 569/Pid.b/2019/PN.Jap. Tomana menolak eksepsi  penasehat hukum yang mendalilkan secara hukum usia seseorang ditentukan dari dokumen hukum yang absah seperti Akta Kelahiran atau ijazah.

“Karena IH sudah tidak lagi di bawa umur. Berdasarakan keterangan dari dokter dan ahli gigi. Berdasarkan hasil pemeriksaan giginya, [yang] hasilnya menunjukkan bahwa anak tersebut sudah masuk umur 18 tahun,” katanya.

Tomana mengatakan, tanggal yang di sampaikan di Akte Kelahiran IH itu berbeda dengan yang disampaikan IH dalam Berita Acara Pemeriksaan. “Sekarang dia kan sudah mahasiswa jadi di bisa jadi umurnya sekarang sudah mencapai 18 tahun. Bukan lagi kategori anak. Artinya bukan umur 17 belas tahun lagi,” katanya.

Dalam sidang pembacaan eksepsi perkara terdakwa IH yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jayapura pada Rabu (13/11/2019), tim penasehat hukum menyatakan IH masih berumur 17 tahun, sehingga tidak dapat diadili dalam peradilan umum. Penasehat hukum meminta majelis hakim membebaskan IH, karena Pengadilan Negeri Jayapura tidak berwenang mengadili IH yang masih berstatus anak-anak.

Usai mendengarkan jawaban jaksa penuntut umum dalam sidang Rabu, anggota Tim Advokasi Orang Asli Papua, Frederika Korain menyatakan pihaknya menolak jawaban jaksa terkait eksepsi terdakwa IH. “Kami menolak jawaban dari JPU terkait dengan terdakwa IH sebab. Berdasarkan data, Ijasah, Akta kelahiran, bahwa IH masih di bawah umur. Oleh sebab itu kami memohon kepada Majeis hakim untuk memperteimbangkan ini,” kata Korain, Rabu.

Korain juga menyoroti kinerja jaksa penuntut umum yang para Rabu gagal menghadirkan saksi dalam perkara nomor 581/Pid.b/2019/PN.Jap atas nama terdakwa Willem Walilo. Akibatnya, sidang yang diagendakan untuk menggelar pemeriksaan saksi dalam perkara itu harus ditunda. “Harusnya hari ini pemeriksaan saksi. Tetapi Jaksa tidak menghadirkan saksi. Oleh sebab itu kami berharap kepada pihak jaksa agar minggu depan bisa menghadirkan saksi terkait dengan terdakwa,” kata Korain.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply