Ini alasan warga mendesak pembongkaran menara telekomunikasi di Sleman

Ilustrasi tower Telkomsel - IST
Ilustrasi tower Telkomsel – IST

“Kami sudah berkali-kali bertemu dengan pemilik menara, dan pernah juga dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, namun belum ada hasil memuaskan. Kami ingin menara dirobohkan,”

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Read More

Sleman, Jubi  – Warga di Padukuhan Denggung, Desa Tridadi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendesak agar menara telekomunikasi yang ada di wilayah mereka dirobohkan. Menara itu sering menjadi sasaran sambaran petir yang berimbas pada rusaknya barang elektronik milik warga.

“Kami sudah berkali-kali bertemu dengan pemilik menara, dan pernah juga dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, namun belum ada hasil memuaskan. Kami ingin menara dirobohkan,” kata Ketua RT 04 Padukuhan Denggung, Wahsin, Minggu, (12/1/2020).

Baca jugaTunggakan retribusi menara telekomunikasi di Ambon mencapai Rp960 juta

Sebanyak 158 Menara Telekomunikasi di Kutai Belum Berijin

Menurut dia, penolakan warga atas keberadaan menara milik PT Tower Bersama Group (TBG) sudah berlangsung sejak lama, bahkan berkali-kali mediasi telah dilakukan.

“Semuanya berakhir mentah, kemungkinan kami akan mengadu ke DPRD Sleman,” kata Wahsin, menambahkan.

Menara itu sudah ada sejak lama dan diketahui sempat digunakan oleh salah satu provider telepon seluler pada tahun 2012 hingga 2014. Menara itu  saat ini sudah tidak aktif dan semua alat keamanan, seperti penangkal petir dilepas. Namun pada 2016 menara kembali aktif tanpa ada pemberitahuan sama sekali.

Menurut Wahsin, sebelumnya bangunan menara tersebut tidak menimbulkan masalah, namun sejak berpindah kepemilikan ada dampak yang dirasakan warga.

 

“Sering terjadi sambaran petir, terutama yang mengenai barang-barang elektronik. Kejadian itu dirasakan warga sejak 2015,” kata Wahsin menjelaskan.

Dari penelusuran yang dilakukan warga, pada menara dengan tinggi yang diperkirakan mencapai 75 meter itu, tidak terpasang alat penangkal petir.

Selain terkait keamanan, warga juga mempertanyakan legalitas izin dari menara, karena sejauh ini pihak pemilik menara belum bisa menunjukkan sertifikat laik fungi (SLF) maupun izin yang lainnya.

“Pemilik hanya bisa menunjukkan IMB. Pemilik menara juga tidak melakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin. Saat ini kondisi menara dibiarkan terbengkalai dan banyak ditumbuhi tanaman,” katanya.

Community Case Head Office PT TBG, Ade Prastisa Rizal, mengaku ada kesulitan untuk berkomunikasi dengan warga, karena tuntutan warga membongkar menara.

“Kami telah memiliki legalitas untuk menara tersebut. Kami akan melakukan mediasi ulang,” kata Rizal.

Ia mengaku akan memangkas tinggi menara agar sedikit meredakan gejolak di masyarakat. (*)

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply