Ini alasan Armenia perkarakan Azerbaijan ke Mahkamah Internasional

Papua
Ilustrasi, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Den Haag, Jubi  – Armenia memperkarakan Azerbaijan ke Mahkamah Internasional dengan alasan telah melanggar perjanjian internasional soal diskriminasi rasial. Sedangkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Azerbaijan mengatakan akan membela diri dengan tegas dan berencana menggugat balik Armenia atas pelanggaran yang sama.

Read More

Dokumen gugatan yang diterima oleh Mahkamah, Armenia menuding Azerbaijan telah selama berpuluh-puluh tahun membuat kalangan warga Armenia mengalami diskriminasi rasial. Dalam dokumen yang diajukan, Azerbaijan melanggar Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.

Baca juga : Myanmar diadukan ke Mahkamah Internasional terkait genosida Rohingya 

Vanuatu minta ICC masukkan ekosida sebagai kejahatan internasional 

Seorang janda Rohingya gugat Myanmar Rp28 miliar atas kematian suaminya

Azerbaijan dan Armenia termasuk di antara negara-negara yang sudah menandatangani konvensi tersebut.  “Karena itu, Armenia memohon Mahkamah untuk meminta Azerbaijan mempertanggungjawabkan pelanggaran yang dilakukannya … agar tidak membuat kerusakan di masa depan, dan supaya memperbaiki kerusakan yang sudah ditimbulkan,” menurut isi dokumen Armenia.

Juru bicara Azerbaijan mengatakan negaranya telah mengumpulkan bukti-bukti bahwa Armenia melanggar hak asasi para warga Azerbaijan.

Jubir juga menyebutkan bahwa pemerintah Azerbaijan akan menyampaikan gugatan kepada Mahkamah dalam beberapa hari mendatang.

Mahkamah Internasional, yang juga disebut sebagai Pengadilan Dunia, merupakan pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas untuk menyelesaikan persengketaan antarnegara. Mahkamah itu belum memutuskan apakah memiliki kewenangan untuk menyidangkan perkara kedua negara itu.

Tercatat konflik bersenjata yang berlangsung pada September-November 2020, pasukan Azerbaijan mendepak pasukan etnis Armenia dari banyak daerah yang sebelumnya mereka kuasai pada 1990-an di dan sekitar wilayah Nagorno-Karabakh. (*)

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply