Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Indonesia Corruption Watch menilai tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menghina rasa keadilan karena terlalu rendah. Tuntutan untuk Edy itu sama dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta pada akhir 2017.
“Benar-benar telah menghina rasa keadilan,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu, (30/6/2021).
Baca juga : Saksi kasus suap Edhy Prabowo meninggal
Penyuap mantan menteri KKP Edhy Prabowo diajukan sebagai justice collaborator
Uang korupsi lobster disinyalir untuk beli mobil dan apartemen
Padahal, menurut Kurnia, konstruksi pasal yang digunakan, yaitu Pasal 12 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi, KPK dapat menuntut Edhy hingga seumur hidup penjara. ICW mendesak majelis hakim mengabaikan tuntutan penjara dan denda yang diajukan oleh penuntut umum lalu menjatuhkan vonis maksimal, yakni seumur hidup. Ia menilai hukuman itu layak diberikan, lantaran Edhy diduga melakukan korupsi di tengah pandemi Covid-19.
“Tuntutan itu juga menunjukkan ke publik bahwa KPK di bawah Firli Bahuri terkesan enggan menghukum berat politikus,” kata Kurnia menambahkan.
Ia mencontohkan KPK hanya menuntut mantan Ketua PPP Romahurmuziy 4 tahun penjara di awal 2020. hal itu menadi kekhawatir tuntutan ringan akan terus berulang, termasuk untuk kasus korupsi bansos Covid-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Sebelumnya jaksa KPK hanya menuntut Edhy Prabowo 5 tahun penjara dalam kasus korupsi ekspor benih lobster. Jaksa KPK juga menuntut Edhy membayar uang pengganti lebih dari Rp 10 miliar. Meski Jaksa menyatakan Edhy terbukti menerima suap Rp 24,6 miliar dan US$ 77 ribu dari para eksportir benur. Duit itu diberikan agar Edhy mempermulus pengurusan izin ekspor di kementeriannya. (*)
Editor : Edi Faisol