Papua No.1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Sistem ikat suara atau noken masih berlaku pada sejumlah distrik di Nabire. Ketentuan itu tetap diterapkan sejak Pilkada 2015.
“Penerapannya tidak melanggar hukum. Kecuali, pengalihan dukungan (perolehan suara) kepada calon lain,” kata pemerhati Pilkada Nabire Matias Butu, Senin (21/12/2020).
Butu mengatakan sistem perwakilan tersebut diatur melalui UU Pilkada Nomor 10/2016, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2018 dan 2020. Peraturan KPU juga tidak mensyaratkan pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kampung maupun distrik pada wilayah yang menerapkan sistem noken.
“Tidak dilaksanakannya rapat pleno (rekapitulasi suara) oleh PPD (Panitia Pemilihan Distrik) bukan pelanggaran hukum. (Kepastian hukumnnya) dijamin oleh Pasal 76 ayat 1 dan 2 PKPU Nomor 18/2020,” jelas Butu.
Penerapan sistem noken di Nabire pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2008 dan 2015. MK menolak gugatan tersebut sehingga mengukuh kemenangan Isaias Douw, Bupati Nabire saat ini.
“Putusan hakim (MK) ini menjadi dasar hukum bagi putusan selanjutnya (Yurisprudensi). Karena itu, sistem noken di tiga distrik di Nabire, legal,” tegas Butu.
Pilkada Nabire 2020 yang dimenangi pasangan Mesak Magai-Ismail, berlangsung dalam persaingan ketat. Perolehan akhir suara mereka hanya terpaut 0,18% dari pasangan Yufenia Mote-Muhammad Darwis, yang menempati posisi kedua dari tiga kontestan. Mote merupakan istri dari Bupati Nabire saat ini.
Hasil Pilkada Nabire menuai protes dari Kubu Mote-Darwis. Mereka mempermasalahkan penerapan sistem noken di Distrik Dipa, dan Menou.
“Pencoblosan hanya dilakukan oleh PPD, ketua klasis (pengurus gereja), dan seorang saksi calon kepala daerah. KPU dan Bawaslu seharusnya memanggil PPD untuk mengklarifikasinya,” kata Bentot Yatipai, Ketua Tim Pemenangan Mote-Darwis, pekan lalu.
Tim Mote-Darwis juga mengancam menggugat hasil Pilkada Nabire ke MK. Ketua KPUD Nabire Wilhelmus Degei pun mempersilahkannya. (*)
Editor: Aries Munandar