Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua merupakan afirmasi bagi orang asli Papua (OAP). Salah satunya soal pengangkatan 14 kursi DPR Papua.
Terkait hal itu, pengacara dan pegiat isu Hak Asasi Manusia di Papua, Gustaf Kawer meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Gubernur Provinsi Papua harus memerhatikan semangat Otsus, agar wakil rakyat di tingkat Provinsi Papua bekerja beriringan antara jalur partai politik (parpol) dan jalur pengangkatan.
“Otsus itu soal afirmasi. Nah, di dalam itu ada mandat keterwakilan dari jalur pengangkatan. Periode kemarin ada DPR Papua jalur pengangkatan tapi lambat dalam proses hingga pelantikan, harusnya mereka dilantik bersama-sama biar kerjanya beriringan,” ujar Gustaf Kawer ketika dikonfirmasi Jubi, Rabu, (30/10/2019).
Menurut Kawer, pasal 49, Perdasus 7 tahun 2016 tentang perubahan Perdasus Nomor 6 Tahun 2014 dimuat ‘Masa jabatan anggota DPRP yang diangkat adalah lima tahun selama periode tahun 2014-2019 dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRP yang baru mengucapkan sumpah/janji.
“Anggota DPRP yang baru yang dimaksud apa? Apakah pengangkatan atau Pemilihan Umum? Ini tidak jelas dan multitafsir, membuka kesempatan anggota DPRP yang diangkat punya peluang untuk lanjut,” ujarnya.
Walaupun telah terlambat diangkat, kata Kawer dari 14 orang itu telah menunjukkan kinerja mereka yang memihak kepada orang asli Papua (OAP). Maka, dia meminta pelantikan legislatif hasil Pemilu 2019 harus ditunda.
“Ada anggota 14 kursi tunjukkan prestasi baik bagi orang dan tanah Papua. Mereka harus diangkat bersamaan dengan Parpol itu. Langkah yang bijak itu ditunda dulu pelantikan besok ini. Lalu proses seleksi ini dipercepat supaya mereka yang terpilih bisa lanjutkan lagi,” ujarnya.
Ia menyarankan, panitia seleksi (Pansel) yang mengurus 14 kursi, bisa melihat prestasi baik untuk pertahankan periode berikut. “Kalau tidak tunjukan prestasi baik maka tidak diangkat,” ucapnya.
Koordinator forum peduli hak politik OAP dalam pemerintahan, Alex Napo mengatakan, dalam UU disebutkan bahwa masa jabatan anggota DPRP berakhir saat anggota baru mengambil sumpah.
Karena itu pengambilan sumpah agar terpenuhi dulu substansi nama DPRP, jangan ambisi jabatan mengabaikan hukum.
“Pengambilan sumpah dilakukan pada bulan November atau Desember juga tidak apa-apa, asal dalam tahun 2019. SK harus dikeluarkan sesuai dengan substansinya. Untuk itu anggota DPRP harus dikeluarkan satu SK dengan dua lampiran nama dan pelantikannya dilakukan bersama jika dipaksakan maka ini cacat substansi, karena DPRP bukan DPRD,” kata Napo.
Untuk itu sesuai dengan substansinya Mendagri agar membolehkan penundaan pelantikan anggota DPR Papua dari jalur pemilihan sampai dengan proses pengangkatan selesai atau telah ada SK anggota DPR Papua dari jalur pengangkatan telah ditandatangani, dan SKnya dibuat bersama.
“Kami nyatakan sikap agar Mendagri dan Dirjen Otda agar membolehkan menunda pelantikan agar terpenuhi dulu substansi DPRP, artinya anggota DPRP diambil sumpah bersama antara Parpol dan 14 Kursi DPRP,” ujarnya. (*)
Editor: Syam Terrajana