Guru sekolah swasta di Papua belum dapat bantuan paket internet

Papua
Guru Biologi SMA YPPK Taruna Dharma Jayapura sedang mengajar daring di sekolahnya. --Dok. Pribadi.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi — Kepala SD Advent Abepura, Jayapura, Papua Donald M. F. Tiogas, MPd mengatakan guru di sekolahnya belum mendapatkan bantuan kuota data internet tahap pertama dan kedua dari Kemdikbud.

Read More

“Dari Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Papua katakan kita bisa daftar lewat Dapodik, tapi kita sudah masukan data tahap pertama dan kedua tapi belum dapat juga,” ujarnya saat ditemui di Abepura, Selasa [3/11/2020].

Karena itu, kata Donald, sekolah memfasilitasi guru dengan jaringan WiFi dan tambahan biaya pembelian data internet.

“Dari sekolah kami kasih tiap guru Rp150 ribu per bulan sejak Mei 2020,” katanya.

BACA JUGA: Gara-gara tak punya ponsel siswa di Papua belajar luring

Bantuan paket data internet, kata Donald, akan tetap diberikan selama pandemi Covid-19 belum berakhir.

“Kita akan lihat pada akhir semester bulan Desember, mudah-mudahan korona akan berakhir,” ujarnya.

Anggaran paket data internet untuk guru bersumber dari kas sekolah yang didapatkan dari pembayaran SPP para murid. Selama Covid-19 yayasan yang menaungi SD Advent Abepura, kata Donald, pernah memberikan bantuan dana kepada tiap guru Rp1,5 juta satu kali. Dana tersebut bebas digunakan apakah untuk makanan atau membeli paket data internet.

Donald berharap sekolah-sekolah yang mengalami kesulitan saat Covid-19 juga mendapatkan bantuan, terutama bantuan kuota data internet untuk guru dan murid. Pemerintah perlu menuntun agar bantuan bisa lancar diterima.

“Kadang kita pergi minta bantuan, biasanya lewat Dapodik agak susah, kita pergi ke operator di dinas tapi susah untuk ditemui,” ujarnya.

Bantuan kuota data internet juga belum diterima guru di SMP YPPL Santo Paulus Abepura, Papua. Akibatnya guru kesulitan memenuhi aktivitas belajar daring.

Vita Maturbongs, SPd, guru Geografi SMP YPPK Santo Paulus Abepura kepada Jubi mengatakan saat awal pandemi Covid-19 ia menggunakan biaya sendiri membeli kuota data internet untuk mengajar secara online.

“Semester lalu, karena pandemi mendadak, kami gunakan semampu kami untuk melayani siswa, seperti melalui WhatsApp, e-mail dan aplikasi Zoom,” katanya.

Pada awal masa pandemi ada bantuan pembelian paket kuota data internet Rp100 ribu dari sekolah untuk dua setengah bulan.

“Tapi saya pu kebutuhan kuota data lebih besar digunakan daripada yang diberikan, jadi bantuan itu cuma bertahan tiga kali pertemuan Zoom,” ujarnya.

Akibatnya, kata Vita, pembelajaran tidak maksimal sesuai jadwal normal. Belajar online hanya dilakukan sesuai kesepakatan jika ada kuota data internet guru.

Pada semester ganjil yang sedang berjalan ini, kata Vita, guru di sekolahnya belum mendapatkan bantuan paket dari Kemdikbud, meski sudah mendaftar melalui link khusus yang diberikan kepala sekolah.

“Sampai sekarang kami guru-guru honor maupun pegawai kontrak yayasan belum dapat bantuan kuota data internet,” ujarnya.

Vita mengatakan harus mengeluarkan biaya tambahan Rp200 ribu untuk pembelian paket data 17 GB agar proses pembelajaran lancar.

“Sebulan bisa tiga kali saya beli paket data, karena saya terkadang pakai untuk kebutuhan lain juga,” katanya.

Semester ganjil ini, kata Vita, jalan keluar di SMP YPPK Santo Paulus Abepura, bagi guru yang tidak memiliki paket data internet atau gawai bisa memanfaatkan fasilitas yang sudah disediakan sekolah, berupa laptop dan WiFi di sekolah.

“Kalau ada guru yang belajar dari rumah pakai biaya sendiri,” ujarnya.

Untuk belajar daring guru-guru di sekolahnya menggunakan Microsoft Times. Selain itu juga tetap memperhatikan kemampuan siswa, karena tidak semua orang tua siswa berkecukupan.

“Biasanya saya imbangi dengan kemampuan siswa, kalau minggu ini ‘virtual meeting’ berarti minggu depan diskusi di kolom ‘chatting’, jadi saya bisa dari rumah,” katanya.

Vita berharap bantuan kuota data internet dari Kemdikbud diberikan secara merata kepada semua guru, baik pegawai negeri maupun kontrak dan honor.

“Kami guru honor kasihan cuma terima gaji pokok, itu juga tidak sampai setara UMR atau UMP, mana keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia jika hanya PNS yang dapat, terus kami tidak dapat,” ujarnya.(CR-7)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply