Manokwari, Jubi – Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan melalui pengacarnya Yan Christian Warinussy,SH beri dukungan penuh kepada Kejaksaan Negeri Manokwari dalam melakukan penyelidikan terhadap laporan penyandang disabilitas tuna netra tentang dugaan pengalihan dana bantuan Rp2,5 miliar dalam DPA 2017 Dinsos Papua Barat.
“Dalam kapasitas sebagai satu dari dua pengacara Gubernur Papua Barat, saya pastikan pak Gubernur tidak akan toleransi dengan indikasi penyelewengan tersebut jika terbukti,” ujar Warinussy kepada Jubi di Manokwari, Rabu (21/3/2019).
DPA (Daftar Perincian Anggaran), kata Warinussy, merupakan dokumen hukum. karena saat keluar itu sudah dalam bentuk Perda (Peraturan Daerah) tentang APBD. Jadi kalau sudah dalam bentuk Perda di APBD, maka DPA sudah menjadi dokumen hukum.
“Jika kemudian dialihkan dari DPA yang sudah menjadi produk hukum, maka harus juga melalui prosedur yang sama,” kata Warinussy.
Dia juga menilai adanya indikasi pelanggaran administrasi dan pelanggaran hukum dalam proses alih peruntukkan angagaran Rp2,5 miliar itu. Pasalnya, Sekretaris Daerah Papua Barat selaku ketua TAPD Papua Barat belum menerima laporan tentang pengalihan itu.
“Saya sudah melakukan konfirmasi ke sejumlah pihak terkait yang punya kewenangan dalam penetapan Dokumen APBD dan prosedur DPA, tapi pihak-pihak terkait juga tidak terlalu tahu soal hal tersebut. Itu artinya, ada komunikasi yang putus di tingkat bawah dan belum diketahui semua pihak yang punya kewenangan.
Sehingga menurutnya inilah celah bagi Jaksa Tipikor lakukan pendalaman. “Apalagi sudah ada laporan dari pihak pemohon yang notabene sebagai calon penerima bantuan tersebut,” tutur Warinussy.
Oleh karena itu, kalau sudah menyalahi hukum maka harus dilakukan penyelidikan. Kalau ditemukan minimal dua alat bukti makan harus ditingkatkan menjadi penyidikan dan menetapkan para tersangka.
“Kalau sudah ada sinyal positif dari Gubernur, maka saya yakin tidak ada alasan untuk kepala Kejaksaan Negeri Manokwari untuk menahan penyidikan dan segera ditingkatkan,” ujarnya.
Sementara itu, Yan Arwam, ketua Laskar Anak Bangsa Anti Korupsi (Labaki) Papua Barat juga mendesak Kejaksaan Negeri Manokwari untuk memanggil dan memeriksa oknum-oknum ASN yang terlibat langsung dalam pokok perkara yang telah dilaporkan oleh para disabilitas tuna netra.
“Dalam kesempatan ini, Labaki minta Kejasaan juga melakukan pemeriksaan terhadap sekertasir dan Kepala sub bagian keuangan Dinas Sosial Papua Barat, karena bagian itulah yang punya peran dalam menentukan penggunaan anggaran dan kegiatan,” tuturnya.
Jika dalam DPA, Rp2,5 Miliar untuk pembangunan asrama dan sarana Loka Bina Karya (LBK), tapi kemudian dipakai kegiatan lain seperti Bantuan Bangunan Rumah (BBR), itu sudah salah alamat.
“Mereka itu cacat mata, seharusnya diprioritaskan. Bukan sebaliknya kita yang sempurna jasmani perlakukan mereka seperti demikian,” tutur Yan dalam rilisnya kepada Jubi.
Hal senada juga disampaikan Ronald Mambiew panglima parlemen jalanan (Parjal) Papua Barat. Dia menanggapi kondisi ini lebih umum dengan mendesak pihak penegak hukum untuk memastikan penggunaan anggaran di bidang rehabilitasi Dinas Sosial Papua Barat, untuk kaum disabilitas maupun anak-anak terlantar yang selama ini diusulkan dalam program Dinsos Papua Barat.
“Selain Sekretaris dan Kasubag keuangan, kepala bidang rehabilitasi sosial juga harus diperiksa dalam kaitannya dengan indikasi Rp2,5 Miliar tersebut, dan ditelisik lebih jauh tentang bantuan sosial lainnya apakah tepat sasara atau tidak,” ujarnya tegas.
Parjal, kata Ronald, beri waktu untuk pihak Kejaksaan melakukan tugas penyelidikan sesuai laporan yang diserahkan oleh para tuna netra di awal Januari lalu.
“Jika kemudian hal ini masih ditunda, maka Parjal akan turunkan massa duduki kantor Kejaksaan Negeri Manokwari dan Dinas Sosial Papua Barar,” ujar Ronald. (*).
Editor: Syam Terrajana