Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sekretaris Jenderal Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GemparP) Yason Ngelia mengatakan pihaknya akan berkampanye mengajak masyarakat adat di Papua menolak investasi dan industrialisasi di Papua. Investasi di Papua cenderung menimbulkan konflik horisontal maupun konflik vertikal di Papua, dan cenderung memarjinalisasi masyarakat adat di Papua.
“[Investasi] para pemodal [di Papua] menindas masyarakat adat. [Praktik kebijakan investasi] Negara Indonesia membuat masyarakat adat tersingkir dari tanahnya sendiri. Gempar akan berkampanye agar masyarakat adat [melawan marjinalisasi] secara terstruktur dan masif.,” kata Yason Ngelia, Sabtu (3/8/2019).
Ngelia menilai pernyataan Presiden Jokowi yang ingin menutup mata dan akan memberikan izin terhadap setiap rencana investasi di Indonesia sebagai kebijakan yang mengabaikan ancaman kelangsungan hidup masyarakat adat. Investasi asing pertama pasca diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing terjadi di Papua, dan telah memarjinalisasi orang asli Papua.
“Integrasi Papua ke dalam Indonesia terjadi pada 1 Mei 1963. Empat tahun kemudian, pada 1967, Papua dijadikan target pertama penanaman modal asing di Indonesia. Imbasnya, orang Papua termarginal di tanahnya sendiri,” katanya.
Ngelia juga menyoroti investasi telah memicu gelombang transmigrasi di Papua, yang akhirnya justru semakin mendiskriminasi orang asli Papua. “[Gelombang transmigrasi] menciptakan diskriminasi terhadap orang Papu. Kepentingan pendatang diutamakan oleh Negara, dan orang asli Papua semakin terpinggirkan lagi,” katanya.
Ngelia mengatakan kampanye mengajak masyarakat adat di Papua menolak investasi di Papua itu akan dilakukan serempak di sejumlah kota di Papua pada peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia pada 9 Agustus 2019. Aksi yang sama telah dilakukan pada tahun lalu, dengan kampanye serempak di empat kota di Papua. Kini, GemparP akan berkampanye serempak di tujuh kota.
Koordinator lapangan kampanye itu, Melkior Asso menyatakan peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia pada 9 Agustus 2019 akan menjadi momentum bagi semua pemangku kepentingan masyarakat adat untuk menolak investasi di Papua. Kampanye GemparP antara lain akan dilakukan dengan diskusi dan kajian ilmiah di Jayapura pada 9 Agustus 2019.
“Kami berada dalam ancaman global yang besar, sistematis, terstruktur dan masif. Kita harus bangkit dan melawan. Saat Jokowi bilang tutup mata dan [akan] memberikan izin bagi para investor, bagimana sikap kami menanggapinya? Kami juga harus tutup mata dan melawan,” tegasnya.
Aktivis GemparP dari Fak-fak, Elias Hindom, menegaskan hutan yang ada di Papua merupakan hak ulayat masyarakat adat di Papua. Pemerintah pusat tidak bisa seenaknya memberikan tanah dan hutan di Papua kepada investor. “Hutan dari nenek moyang hingga sekarang itu sudah menjadi hutan adat, itu milik masyarakat adat [di Papua],” terangnya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G