Masih merasa trauma dan belum berani kembali ke rumah sementara berlindung di masjid
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Ambon, Jubi – Gempa tektonik dengan magnitudo 6,8 dan berlanjut dengan gempa susulan berulang kali membuat sejumlah warga, terutama perempuan dan anak-anak masih berlindung di Masjid Baiturahman, khusus Batumerah Tanjung, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
“Warga masih merasa trauma dan belum berani kembali ke rumahnya sehingga untuk sementara berlindung di Masjid Baiturahman,” ujar Harry, seoarang warga Batumerah Tanjung, Kamis, (26/9/2019).
Baca juga : Kematian ikan pantai Ambon bukan pertanda gempa dan tsunami
Gempa di Tuban dirasakan hingga Bali
Gempa bumi di Mataram dirasakan tujuh kali
Posisi masjid yang berada pada daerah ketinggian membuat masyarakat lebih merasa nyaman untuk tetap bertahan meski pun BMKG menyatakan gempa ini tidak menimbulkan gelombang tsunami. Pantauan Antara di Ambon, beberapa bangunan bertingkat yang mengalami keretakan pada bagian dinding seperti Hotel Amans Ins, pusat perbelanjaan Maluku City Mall, atau lantai empat kantor DPRD Provinsi Maluku.
“Lantai empat gedung DPRD baru direnovasi pekan lalu tetapi saat ini mengalami kerusakan,” kata Jacky, pegawai sekretariat DPRD Maluku.
Kerusakan juga terjadi pada bangunan Rektorat IAIN Ambon yang mengakibatkan seorang dosen bernama bernama Narti Rato setelah dievakuasi ke rumah sakit terdekat.
Selain itu masih terdapat banyak warga dari kawasan Poka, Rumah Tiga, dan sekitarnya bersama ratusan mahasiswa Universitas Patimura Ambon yang mengungsi ke dusun Taeno ketika terjadi gempa bumi karena khawatir terjadi gelombang tsunami.
Warga di sekitar pesisir pantai Wayari, Suli, dan sekitarnya di Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah juga masih bertahan di hutan gunung sejak pagi hari.
Langlah itu juga dilakukan masyarakat pesisir Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon seperti di Desa Leahari dan sekitarnya mengungsi ke atas gunung.
Pembantu Dekan IV Fakultas Tekhnik Unpatti, John Tupan, mengatakkan gempa tersebut membuat para dosen dan mahasiswa panik, namun kondisi bangunannya sendiri tidak mengalami keretakan.
Gedung tiga lantai ini dibangun oleh Rusia sejak tahun 1960 namun tidak mengalami kerusakan, sementara gedung rektorat dan beberapa kampus di Unpatti mengalami kerusakan.
“Hanya satu mahasiswi F-Tekhnik yang pingsang akibat luka di kepala saat terjadi gempa karena dia berusaha melarikan diri dan terjatuh hingga terinjak rekan lainnya,” kata Tupan. (*)
Editor : Edi Faisol