Papua No. 1 News Portal | Jubi
Wamena, Jubi – Papuan Voices akan kembali menggelar Festival Film Papua (FFP) IV pada 6-9 Agustus 2020 di Wamena, yang mengangkat tema Merajut Kembali Budaya Papua untuk Keadilan dan Perdamaian.
Ketua panitia pelaksanaan FFP IV di Wamena, Rizal Lany, saat jumpa media di Wamena, Jumat (7/2/2020), menjelaskan persiapan panitia selain telah menetapkan tema dan logo, juga telah berkoordinasi dengan masyarakat maupun pemerintah daerah.
Menurut dia, tema yang dipilih melihat situasi di Papua lebih khusus di Wamena dinilai sudah tidak punya semacam jari diri sebagai orang Baliem, dimana budaya-budaya dari luar yang datang ke Wamena mempengaruhi dasar yang kuat sehingga budaya yang ada secara perlahan mulai tergerus.
“Untuk itu Papuan Voices mengingatkan melalui film dokumenter, mengangkat tema tentang budaya untuk terciptanya keadilan dan perdamaian,” katanya.
Rizal Lany menambahkan meski lokasi pelaksanaan belum ditetapkan namun panitia membutuhkan dana sekitar Rp700 juta lebih karena yang akan hadir dari delapan wilayah Papuan Voices, dan segala akomodasi baik peserta, narsumber, dan juri ditanggung oleh panitia.
Selain itu, akan digelar workshop untuk membuka pandangan filmmaker muda di Papua, agar ada keinginan membuat film dokumenter karena banyak persoalan yang harus diangkat.
Rizal menambahkan pelaksanaan FFP IV ini juga nantinya akan bertepatan dengan Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB), sehingga tema yang diangkat pun tentang budaya.
“Apakah nanti akan digabungkan dengan FBLB, kita masih usahakan untuk bicara ke pemda supaya kita bisa sama-sama jalan,” katanya.
Sementara, pengurus Papuan Voices wilayah Wamena, Ence Geong, mengaku sejak di-launching pada Jumat (8/2/2020), puncak FFP IV di Wamena ini akan berlangsung 9 Agustus mendatang bertepatan dengan hari Masyarakat Adat Internasional.
“Rangkaian acaranya mulai dari di wilayah-wilayah melakukan workshop film, juga memberikan materi pentingnya melihat budaya sehingga orang yang membuat film paham hal apa yang dari budaya apa yang bisa diangkat,” katanya.
Menurut dia, kenapa harus pertahankan budaya karena mereka melihat dengan perkembangan zaman dengan segala informasi beredar dengan cepat ditambah budaya baru datang ke Papua, dengan sendirinya budayanya berekspansi dimana lebih kuat budaya yang datang dibandingkan budaya yang ada di suatu tempat itu sendiri.
“Saat ini kami melihat sudah mulai melupakan budaya, dimana anak-anak muda lebih banyak di kota tanpa tujuan dan yang menjadi beban di rumah tangga akhirnya perempuan,” katanya.
Empat poin tujuan FFP IV di Wamena untuk memperkenalkan situasi masyarakat adat Papua dan berbagai permasalahannya lewat film dokumenter, membangun kesadaran publik akan isu-isu penting yang dihadapi oleh masyarakat adat Papua.
Selain itu juga untuk mendorong dan memperkenalkan filmmaker muda Papua yang terampil dalam produksi dan distribusi film dokumenter serta sebagai wujud untuk memperkuat jaringan filmmaker di Tanah Papua. (*)
Editor: Dewi Wulandari