Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Ekonom Faisal Basri dan sejumlah tokoh sedang berencana menggugat Undang-undang Ibu Kota Negara atau UU IKN yang telah disahkan DPR. Faisal dan sejumlah kawannya mengawali dengan membuat petisi yang meminta Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meneken pakta integritas proyek pemindahan ibu kota. Petisi itu menganggap pakta ini penting jika di kemudian hari Jokowi dan pemerintahannya gagal melanjutkan proyek raksasa itu dan mau bertanggungjawab.
“Jika petisi ini nanti kemudian ditandatangani banyak orang, maka bisa menjadi masukan untuk kami judicial review,” kata Faisal Basri dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch, dikutip tempo.co, Jumat, (21/1/2022).
Berita terkait : Presiden Jokowi tentukan Nusantara sebagai nama ibu kota negara
Rencana pemindahan ibu kota negara Kalteng mulai berbenah
Kabupaten penajam masuk perencanaan sebagai ibu kota negara
Petisi tersebut digagas oleh planolog yang juga mantan jurnalis, Jilal Mardhani; guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra; ekonom Faisal Basri; dan akademis di bidang kebijakan publik, Agus Pambagio. Hingga hari ini, petisi yang terbit di laman change.org ini sudah diteken sekitar 800 orang.
Dalam petisi itu, Faisal menyebut pemerintahan Jokowi sembrono dan tergesa-gesa mengambil kesimpulan pemindahan ibu kota negara. Sehingga pakta integritas menjadi penting layaknya dokumen yang diteken pengambil kebijakan dan pihak yang terkait sebelum mengambil keputusan pelaksaan suatu proyek agar bebas korupsi.
“Jika karena satu dan lain hal, pelaksanaannya kelak dihentikan, terpaksa berhenti, atau tak mampu dilanjutkan lagi, maka bersedia untuk mengakuinya sebagai kekonyolan yang pernah dilakukan karena tak bersedia mendengar pendapat lain yang bertentangan,” tulis petisi itu.
Petisi ini adalah yang pertama muncul di laman Change.org berkaitan dengan rencana ambisius pemerintah memindahkan ibu kota negara. Selain Faisal Basri yang mulai mengemukakan niatnya untuk menggugat beleid ini ke Mahkamah Konstitusi, akademisi muslim Din Syamsuddin juga pernah mengutarakan keinginannya menggugat beleid ini. Ia menilai pemindahan ibu kota tidak tepat karena anggarannya menggunakan anggaran pemulihan ekonomi karena pandemi.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mendukung rencana-rencana menggugat UU Ibu Kota Negara ke Mahkamah Konstitusi. Ia menilai proses pembahasannya tidak transparan dan bertentangan dengan undang-undang lain.
“Agar MK bisa segera mengoreksi proses yang keliru ini,” kataSusanti. (*)
Editor : Edi Faisol