Enembe berjanji bayar upah, karyawan PRP: Harus adil

Kantor PT. Percetakan Rakyat Papua (PT. PRP) yang direncanakan akan ditempati oleh PB PON Papua sesuai instruksi dari Gubernur Papua Lukas Enembe – Jubi/Alex.
Kantor PT. Percetakan Rakyat Papua (PT. PRP) yang direncanakan akan ditempati oleh PB PON Papua sesuai instruksi dari Gubernur Papua Lukas Enembe – Jubi/Alex.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe yang akan menyelesaikan pembayaran upah bagi karyawan PT. Percetakan Rakyat Papua (PT. PRP) lebih dari Rp1 miliar menuai tanggapan dari beberapa karyawan perusahaan itu.

Read More

“Kami akan selesaikan putusan pengadilan Rp 1 miliar lebih, untuk membayar tunggakan kepada karyawan sejak percetakan berdiri,” kata Gubernur Lukas disela-sela peresmian gedung II DPR Papua, Mes DPR Papua dan Ring Road, gubernur Papua juga melaunching maskot PON XX dan sayembara pembuatan konten digital campaign PON XX dan PEPARNAS XVI, Kamis (1/8/2019).

Alexander Krisifu salah satu mantan karyawan PT. PRP mengatakan, putusan pengadilan ini ada tiga, diantaranya putusan Pengadilan Hubungan Industrial nomor putusan 22/G/2013/PHI-JPR Junto 468K/Pdt.Sus-PHI/2014 tertanggal 17 Desember 2013, putusan Pengadilan Hubungan Industrial nomor  10/Pdt.Sus/PHI/2017/PNJAP tertanggal 21 Februari 2018, dan putusan pengadilan nomor 21.

Namun dalam perjalanan, pengadilan memutuskan menolak semua tuntutan dari perkara nomor 21.

Krisifu yang mengajukan gugatan ke PN Jayapura Klas 1A dengan nomor putusan 22/G/2013/PHI-JPR Junto 468K/Pdt.Sus-PHI/2014 mengatakan, perkara Nomor 10/Pdt.Sus/PHI/PNJAP yang diputuskan PN Jayapura pada tanggal 21 Februari 2018 bukan perkara satu-satunya di kantor PRP yang diputuskan oleh pengadilan akan tetapi sudah ada perkara sebelumnya yang lahir oleh putusan PN.

“Kalau bapak Gubernur Papua mau bersikap adil dalam melunasi semua tunggakan upah dari mantan karyawan PT. PRP, maka kami juga harus mendapatkan hak kami. Karena yang bapak Gubernur katakan akan melunasi hak karyawan itu hanya pada perkara Nomor 10 tidak termasuk dengan kami pada perkara nomor 22. Padahal perkara kami di PN Jayapura juga mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkract),” kata Krisifu kepada Jubi, Senin (5/8/2019) di Jayapura.

Untuk itu, dirinya beserta enam mantan karyawan yang masuk dalam perkara Nomor 22 memohon kepada Gubernur Papua agar bijak melihat persoalan yang terjadi.

Karena terkait perkara PN Jayapura ada putusan terdahulu yang sudah tujuh tahun tak direalisasikan pemerintah melalui PT. Irian Bakti Mandiri (IBM) sebagai holding company untuk menyelesaikan permasalahan hak-hak karyawan.

“Ada proses pembiaran dari pihak holding sebagai induk dari PT.PRP. Kami pun minta kalau ada itikad baik seperti ini ya, harus adil diberlakukan sama antara perkara Nomor 10 dan perkara Nomor 22,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Marthen Amansaman yang juga merupakan salah satu mantan karyawan PT. PRP yang masuk dalam perkara nomor 22 menambahkan, pihaknya menduga ada penyampaian informasi yang salah dari pihak PT. PRP kepada Gubernur Papua sehingga duduk permasalahan di tubuh PT. PRP, tidak diketahui secara terbuka oleh Gubernur Papua apa yang terjadi selama ini di tubuh PT PRP.

“Kami yang berperkara di nomor 22 juga sudah melakukan sita satu unit mesin potong dan sudah dalam proses untuk lelang. Bahkan untuk menghindari proses itu, sudah pernah ada kesepakatan bersama karyawan, pimpinan PT. PRP dan PN Jayapura bahwa pihak PT. PRP menyanggupi pembayaran hak-hak karyawan yang sudah tertuang dalam pernyataan bersama disaksikan oleh ketua PN Jayapura,” ujarnya.

Disinggung berapa nominal yang harus diselesaikan oleh PT. PRP terhadap pihaknya yang berperkara pada Nomor 22, Krisifu mengatakan bahwa pada tahun 2016 lalu nilainya sebesar Rp 1 miliar lebih, tetapi saat ini bisa mencapai Rp 2 miliar lebih.

“Waktu itu tuntutan kami seperti itu, tetapi selalu dipersulit padahal sudah ada putusan PN Jayapura, dan final. Pastinya kami akan menghitung ulang kerugian yang kami dapatkan akibat ketidakseriusan Pemprov Papua dalam hal ini PT. PRP dalam menyelesaikan sengketa ini,” katanya.

Sekadar diketahui, ada tujuh mantan karyawan PT. PRP yang berperkara dengan nomor putusan 22/G/2013/PHI-JPR Junto 468K/Pdt.Sus-PHI/2014. Tujuh karyawan tersebut diantaranya, Alexander Krisifu, Rafalin Kastanya, Michael Sineri, Piere Sahetapi, Reynold Niwung, Asril, dan Marthen Amansaman.

Sedangkan untuk perkara nomor  10/Pdt.Sus/PHI/2017/PNJAP ada 10 karyawan diantaranya, Nelce Mayasari Wanma, Elisa D. Regoy, Putri Anitasentri, Ahmad Ariyanto, Haris Adrdiansyah, Sugianto, Luis Loiker Worembai, Samson Pahabol, Yohana Diana Dimara, dan Abdul Salam.

Dari dua perkara tersebut, Pengadilan Negeri Klas 1A Jayapura telah menetapkan eksekusi sita jaminan atas gedung PT PRP di Jalan Percetakan, Kota Jayapura. Eksekusi sita jaminan itu menyusul putusan Pengadilan Hubungan Industrial 22/G/2013/PHI-JPR Jonto 468K/Pdt.Sus-PHI/2014 tertanggal 17 Desember 2013 dan putusan Pengadilan Hubungan Industrial nomor  10/Pdt.Sus/PHI/2017/PNJAP tertanggal 21 Februari 2018, yang menghukum PT PRP membayar pesangon dan 19 bulan tunggakan pengganti. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply