Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Pemuda suku Mpur asal Kabupaten Tambrauw Papua Barat, Hugo Asrouw, mendukung ketua Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB), Maxsi N.Ahoren yang saat ini berada dalam kepanitiaan seleksi (Pansel) perekrutan calon anggota DPR Papua Barat jalur Otonomi Khusus (jalur pengangkatan).
“Bagi saya, itu sah-sah saja. Karena MRPB adalah lembaga kultur dan Maxsi Ahoren juga merupakan anak adat yang dipercayakan sebagai ketua di lembaga itu,” ujar Asrouw kepada Jubi di Manokwari, Rabu (6/11/2019).
Pernyataan dukungan terhadap Ahoren dalam pansel DPR Otsus dilontarkan Asrouw, setelah berkembang polemik dari sejumlah pihak yang mempersoalkan posisi dan jabatan Maksi Ahoren, setelah dilantik oleh Gubernur Dominggus Mandacan pekan lalu di Manokwari.
Menurut Asrouw, keberadaan Maxsi Ahoren dalam Pansel tersebut sangat tepat karena mewakili adat. Secara kelembagaan, MRPB membawahi semua perwakilan adat, perempuan dan agama yang ada di wilayah Papua Barat.
Oleh karena itu, Asrouw mengajak semua masyarakat adat di wilayah Papua Barat (Domberai dan Bomberai) agar beri dukungan terhadap kinerja Pansel. “Kita harus beri dukungan sehingga Pansel bisa kerja dengan jujur dan trasparan untuk menyeleksi para calon yang diusulkan dari 12 kabupaten dan 1kota di Papua Barat,” ujarnya.
Di tempat terpisah, ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Barat, Maurids Saiba, mengingatkan pansel yang akan bekerja menyeleksi calon-calon anggota DPR Otsus agar lebih ketat dan berpedoman pada Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua Barat No.4 Tahun 2019.
“Saya sarankan, Pansel DPR Otsus jangan sampai kecolongan dalam proses seleksi,” ujarnya.
Bagian yang hendak diingatkan kepada Pansel, kata Saiba, yaitu jangan sampai ada caleg-caleg gagal dalam pemilu legislatif lalu kembali mendaftarkan diri melalui jalur Otsus.
“Bagian ini perlu saya ingatkan jauh sebelunya. Karena semua yang berkompetisi adalah anak-anak Papua hebat. Jadi, Pansel harus hati-hati jangan sampai ada saling gugat di kemudian hari,”kata Saiba mengingatkan.
Sementara, Ombudsman RI perwakilan Papua Barat mengindikasikan terjadinya maladministrasi dalam penetapan Pansel DPR Papua Barat jalur pengangkatan.
Kepala perwakilan ORI Papua Barat, Musa Y.Sombuk, mengatakan pembentukan Pansel DPR Papua Barat jalur pengangkatan merujuk pada Perdasus No 4 Tahun 2019.
Namun, dalam pelaksanaannya justru terindikasi terjadi maladministrasi karena pada pasal 20 Perdasus itu menyebutkan 5 (lima) orang dalam Pansel. Lima orang itu, 2 orang utusan pemerintah ( pemerintah Papua Barat dan kejaksaan), 3 orang utusan publik (akademisi, masyarakat adat dan jurnalis).
Dalam pasal itu, utusan akademisi ditunjuk oleh DPR Papua Barat, utusan adat ditunjuk oleh MRPB dan utusan Jurnalis ditunjuk oleh lembaga PWI.
“Indikasi maladministrasi ada pada penunjukan utusan adat dari MRPB karena terkesan menunjuk dirinya sendiri dari dalam lembaga sebagai anggota Pansel,” kata Sombuk.
Bagi Sombuk, Pansel tersebut harus netral sesuai dengan Perdasusnya, jangan sampai diboncengi kepentingan tertentu.
“Kami akan ambil langkah, dengan menyurati Menteri dalam negeri guna melakukan klarfikasi terhadap indikasi maladministrasi tersebut,” ujar Sombuk. (*).
Editor: Syam Terrajana