Dua TPS PSU hingga penyalahgunaan C6 terjadi di Jayapura Utara

Ilustrasi Pemilihan Umum di TPS - Jubi/Dok.
Ilustrasi Pemilihan Umum di TPS – Jubi/Dok.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Dua tempat pemungutan suara (TPS) di Distrik Jayapura Utara (Japut) akan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) pada Sabtu, 27 April 2019.

Read More

Asrul, Ketua Panitia Pengawas Distrik (Pandis), Jayapura Utara di Jayapura, Kamis, mengatakan dua TPS yang akan melakukan PSU itu yakni TPS 58 Kelurahan Gurabesi dan TPS 05 Kelurahan Tanjung Ria, Distrik Jayapura Utara

Asrul menjelaskan, terkait PSU di TPS 58 Kelurahan Gurabesi dan TPS 05 Kelurahan Tanjung Ria, Distrik Jayapura Utara ini tentunya di Panwas distrik melakukan pengawasan ekstra ketat terkait kelancaran PSU di dua kelurahan itu.

“Kemarin kita sudah diberikan surat keputusan (SK) KPPS yang mana nantinya bertugas di Kelurahan Gurabesi dan Kelurahan Tanjung Ria,” katanya, Kamis (25/4/2019).

Dia mengatakan, pengawas kelurahan akan turun langsung untuk mengawasi kegiatan di dua TPS tersebut.

“Kami sudah menyampaikan ke pengawas kelurahan untuk mengawasi dua TPS tersebut,” katanya.

Terkait saksi-saksi, pihaknya belum mendapatkan informasi bahwa diganti atau tetap saksi yang lama.

“KPU Kota Jayapura sudah menyampaikan bahwa pada 27 April 2019 akan dilaksanakan PSU di dua kelurahan itu,” katanya.

Dalam surat KPU Kota Jayapura, kata dia, terjadi pergantian ketua panitia pemungutan suara (KPPS) karena berhubung PSU.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jayapura, Papua menemukan penyalahgunaan C6 di tempat pemungutan suara (TPS) 10 di Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara.

Hardin Halidin, komisioner Bawaslu Kota Jayapura dari divisi pencegahan, di Jayapura, Kamis, menjelaskan di TPS 10 Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara penyalahgunaan C6.

“Dari laporan masyarakat lalu kemudian kami telusuri dan sampai pada penelaahan, ditemukan bahwa memang ada penyalahgunaan C6 milik orang lain,” kata Hardin.

Dari penelusuran yang dilakukan, misalnya, kata dia, ada C6 atas nama Hardin namun Hardin sendiri tidak mendapat C6 untuk mencoblos, menuju ke TPS ketika melihat daftar hadir atas nama Hardin itu sudah dilingkari.

“Jadi ketika dilihat daftar pemilih tetap (DPT) pegangan KPPS itu sudah dilingkari. Ibu yang melapor ini tanya apa maksudnya dilingkari, kemudian KPPS mengatakan yang sudah mencoblos itu yang dilingkari, padahal ibu yang bersangkutan belum mencoblos,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa setelah melihat bahwa C6 itu dipakai oleh orang lain maka melapor ke Bawaslu. Ibu yang melapor juga menyertakan saksi yang juga persis sama kasusnya.

Saksi yang diikutsertakan dalam kasus itu juga mengalami hal yang sama persis. Saksi itu melihat namanya di aplikasi KPU yang lindungi hak pilihmu.org.

“Pelapor dan saksi ini sama kasusnya walaupun mereka tinggal di tempat berbeda, setelah saksi ini melihat namanya di aplikasi KPU yang lindungi hak pilihmu.org, namanya di TPS 10 Kelurahan Bhayangkara maka langsung dia kesana, walaupun dia tidak mendapat C6,” katanya.

Ketika sampai di TPS itu, katanya, dia melihat bahwa atas nama dia sudah dilingkari dan maksud dilingkari itu ketika dia tanya ke KPPS bahwa itu sudah digunakan oleh orang lain.

Sebetulnya, mereka ditawari untuk mencoblos dengan menggunakan kartu tanda penduduk elektronik, setelah pukul 12.00 WP.

“Karena mereka sadar bahwa jika menggunakan KTP saya, sementara C6 saya sudah digunakan oleh orang lain, maka atas nama satu orang itu saja dinilai mencoblos dua kali walaupun fisiknya itu berbeda orang,” katanya.

Lanjut dia, tetapi secara administrasi tetap orang yang sama, maka mereka tidak mau untuk melakukan pelanggaran yang sama juga kalau kemudian mau mengikuti keinginan KPPS tersebut.

“Yang menyuruh mereka untuk mencoblos dengan menggunakan KTP itu adalah oknum-oknum KPPS,” katanya.

Ibu pelapor dan saksi ini sudah marah karena mengapa mereka punya C6 tetapi kemudian dipakai oleh orang lain maka mereka ditawarkan oleh KPPS untuk menggunakan KTP untuk memilih.

Tetapi keduanya, kata Hardin, baik pelapor maupun saksi itu tetap bersikukuh bahwa tetap melakukan pelanggaran, itu justru KPPS menjerumuskan mereka ke dalam soal karena akan terhitung mencoblos dua kali secara administrasi walaupun fisiknya, faktanya di lapangan orangnya berbeda.

“Karena yang mendapat C6 dipakai oleh orang lain, dia yang mendapat C6 itu menggunakan KTP untuk mencoblos secara administrasi tetap satu orang, tetapi secara fakta di lapangan yang mencoblos dua orang yang berbeda,” katanya.

Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh Bawaslu Kota Jayapura , memang hal itu terbukti maka Panitia Distrik (Pandis) meneruskan masalah itu layak untuk diteruskan pemungutan suara ulang (PSU)

“Kami tindak lanjuti rekomendasi dari Pandis ini ke KPU Kota Jayapura untuk PSU,” kata Hardin. (*)

Editor      : Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply