DPRD Dogiyai akan dengar aspirasi rakyat soal rencana keberadaan Mapolres

Ketua Komisi A DPRD Dogiyai, Agustinus Tebai (depan). - Ist

Ketua Komisi A DPRD Dogiyai, Agustinus Tebai (tengah memakai batik topi cokelat). – Ist

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Dogiyai, Jubi – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Dogiyai akan menyampaikan sikap tertulis, setelah mendengar aspirasi rakyat Dogiyai terkait rencana pelepasan tanah untuk pembangunan Markas Kepolisian Resor (Mapolres) di lokasi Kantor Bupati Dogiyai yang baru.
Dikatakan Ketua Komisi A DPRD, Agustinus Tebai, legislatif belum pernah menyampaikan persetujuan terkait rencana kehadiran Mapolres di Dogiyai.
“Pelepasan lokasi di Degeidimi untuk Kantor Bupati yang baru, pihak eksekutif juga belum berkoordinasi dengan kami. Memang kami diundang untuk membicarakan pelepasan tanah, tapi kami belum pernah diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat kami. Ini aset pemerintah daerah sehingga kita duduk bicara bersama untuk pelepasan tanah,” kata Tebai, di Dogiyai, Jumat (13/3/2020).
Menurutnya, karena legislatif tidak diberi kesempatan menyampaikan pendapat, maka pihaknya akan mendengar aspirasi dari masyarakat Dogiyai.
“Nah, selanjutnya kami dari legislatif secara tertulis akan sampaikan kepada bupati dan pihak kepolisian. Kami dengar masyarakat sudah palang lokasi itu. Jadi apa maksud mereka [masyarakat], kami akan dengar keinginan dulu,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Mee Kabupaten Dogiyai, Germanus Goo, menegaskan pihaknya pesimis dengan kabar kehadiran Mapolres, sebab selama ini masyarakat Dogiyai aman-aman saja.
“Tidak pernah ada keributan, mereka ribut pun hanya ketika ada masalah, tanpa masalah mereka tidak pernah ribut,” katanya.
Apalagi, katanya, kepolisian menempati lokasi Kantor Bupati di Degeidimi yang masih bermasalah. “Tidak boleh seenaknya bupati menyerahkan tempat itu. Tempat itu harus bereskan dulu masalah hak ulayat, juga harus koordinasi dengan semua pihak, tidak boleh ambil kebijakan sepihak,” tegasnya.
Ia menyarankan, perlu ada koordinasi dengan semua pihak, baik itu anggota DPRD, tokoh adat, dan pemilik lokasi.
“Dengan alasan apa pun kami tetap tolak, karena tanah itu juga masih bermasalah mengenai lokasi hak ulayat,” katanya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply