Dosen UPR pelaku dugaan pelecehan seksual terancam dipecat

Pelecahan seksual, Papua
Ilustrasi pelecehan seksual, pixabay.com
Ilustrasi pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Palangka Raya, Jubi – Seorang dosen Universitas Palangka Raya (UPR) berinisial PS yang diduga melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya, kini terancam dipecat dari status Aparatur Sipil Negara (ASN).

Read More

“Kalau perkara inkracht, kami akan mengirim surat rekomendasi pemecatan yang bersangkutan ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti RI),” kata Wakil Rektor Bidang Hukum, Organisasi, SDM, dan Kemahasiswaan UPR, Prof Suandi Sidauruk, Jumat, (30/8/2019).

Baca juga : Pelaku pelecehan seksual divonis tujuh tahun oleh PN Jayapura, keluarga korban kecewa .

Datangi asrama mahasiswa Papua di Surabaya, aparat keamanan diduga lakukan pelecehan seksual

Meski Suandi mengatakan pemecatan seorang ASN tidak mudah. Menurut dia, Rektorat juga harus menunggu surat balasan dari Kemenristekdikti. “Apabila surat balasan itu sudah diterima rektorat setempat, maka segera melakukan proses pemecatan terhadap oknum dosen tersebut,” kata Suandi menambahkan.

Ia menjelaskan kampus saat ini memberhentikanjabatan PS sebagai Kepala Prodi Studi Pendidikan Fisika, pemberhentian jabatan itu mengacu hasil investigasi kode etik yang dilakukan beberapa guru besar di lingkungan FKIP UPR.

“Jabatan Kaprodi Pendidikan Fisika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) juga sudah diberhentikan,” katanya.

UPR mendukung upaya penegakan hukum yang sedang ditangani aparat yang berwajib, tetapi ia meminta tetap menggunakan asas praduga tidak bersalah.

Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa UPR, Wawan Navado, mengatakan salah satu korban sempat dihubungi dosen pelaku pelecehan tersebut untuk diajak berdamai, meski pelaku kini sudah mendekam di Polda Kalteng.

“Namun korban menolak dan memang kasus ini harus dibawa ke jalur hukum,” kata Wawan.

Saat ini kasus pelecehan terhadap mahasiswi sudah diproses hukum yang berlaku sesuai  sesuai permintaan sejumlah korban.

BEM UPR ingin kasus itu tetap berada di jalur hukum, tanpa ada pandang bulu. Apa lagi permasalahan tersebut sudah sangat memalukan, baik institusi maupun orang tua korban hingga membuat syok korban dan selalu menutup diri dari orang banyak.

“Mereka para korban yang alamat dan identitasnya dirahasiakan itu malu bertemu rekan-rekan satu kampusnya,” kata Wawan menjelaskan.

Ia memperkirakan besar korban pelecehan dosen itu lebih banyak karena mereka malu melaporkan ke pihak berwajib. Tercatat saat ini baru enam orang korban sudah melaporkan kejadian itu. (*)

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply