Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Presiden Amerika Donald Trump dikabarkan nyaris memerintahkan serangan ke Iran pada pekan lalu. Seorang pejabat Amerika yang mengetahui peristiwa tersebut, mengatakan Donald Trump hendak menyasar situs nuklir Iran di Natanz.
Perintah tersebut nyaris diambil dalam pertemuan antara Donald Trump dengan para pejabat keamanan nasionalnya. Beberapa yang hadir adalah PLT Menteri Pertahanan Christopher Miller, Wakil Presiden Mike Pence, dan Panglima Militer Mark Milley. Kepada mereka, Donald Trump disebut meminta masukan soal serangan ke Iran yang langsung tidak direkomendasikan oleh para pejabatnya.
“Dia meminta opsi dan mereka memberikan beberapa skenario yang mungkin terjadi. Pada akhirnya, ia (Donald Trump) tidak melanjutkan rencananya (menyerang iran),” ujar pejabat yang tahu pertemuan itu, dikutip kantor berita Reuters, Selasa, (17/11/2020).
Baca juga : Pemilu AS, Taliban bantah dukung Trump
Rudal balistik baru Iran punya daya jangkau 700 kilometer
Trump bersumpah membalas ancaman Iran yang ingin bunuh Dubes AS
Gedung Putih menolak berkomentar atas bocoran pertemuan tersebut. Namun, jika melihat kebijakan Donald Trump beberapa waktu terakhir, ia memiliki pendekatan yang agresif dalam berhubungan dengan Iran.
Salah satu contohnya, Donald Trump menarik Amerika dari kesepakatan nuklir Iran yang dikenal dengan istilah JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action). Menurut Donald Trump, kesepakatan tersebut terlalu menguntungkan Iran.
Sebagai gantinya, Donald Trump menjatuhkan sanksi ekonomi ke Iran dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memperpanjang embargo senjata ke Iran.
Contoh lain, di bulan Januari, Donald Trump memerintahkan serangan drone ke pasukan Iran di Baghdad, Irak. Jenderal Militer Iran, Qaseem Soleimani, tewas dalam serangan tersebut yang kemudian memicu serangan balasan dari Iran.
Dalam berbagai kesempatan ia membela diri bahwa sikapnya kepada Iran beralasan. Soal serangan di Irak, misalnya, Trump mengklaim mendapat informasi intelijen bahwa Iran menyiapkan serangan ke kantor diplomatik Amerika di Timur Tengah.
Sedangkan soal JCPOA, karena Donald Trump yakin Iran masih merupakan ancaman nuklir. Pernyataanya didukung oleh lembaga pengawas nuklir PBB yang melaporkan bahwa Iran telah melanggar isi kesepakatan nuklir. Menurut laporan Agensi Energi Atom Internasional, Iran telah memperkaya uraniumnya hingga 2,4 ton atau jauh lebih banyak dibanding batas maksimal yang ditetapkan, 202 kilogram.
Jika Trump melanjutkan rencananya menyerang Iran pekan lalu, hal itu akan berimbas ke administrasi Joe Biden. Ia akan mewarisi masalah-masalah yang ditinggalkan Donald Trump di Timur Tengah. (*)
Editor : Edi Faisol