Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP memberhentikan tujuh penyelenggara Pemilu di Papua.
Dikutip dari laman DKPP, https://dkpp.go.id/, mereka yang dihentikan adalah tiga anggota KPU Boven Digoel, yakni Liberatus Pogolamun, Hatta Nongkeng, dan Veronica Lande.
DKPP juga memberhentikan Ketua KPU Papua Theodorus Kossay, bersama tiga anggotanya yakni Zufri Abubakar, Fransiskus Antonius Letsoin, dan Melkianus Kambu.
Pemberhentian tujuh penyelenggara pemilu itu dibacakan Ketua Majelis DKPP, Prof. Muhammad, saat sidang pembacaan putusan di ruang sidang DKPP, Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Para penyelenggara pemilu ini diberhentikan karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dalam Perkara Nomor 140-PKE-DKPP/XI/2020 dan Perkara Nomor 162-PKE-DKPP/XI/2020.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu, Liberatus Pogolamun, Hatta Nongkeng, dan Veronica Lande masing-masing sebagai anggota KPU Kabupaten Boven Digoel sejak putusan ini dibacakan,” kata Prof. Muhammad, saat membacakan putusan.
Majelis DKPP menilai sikap dan tindakan ketiga teradu yang menetapkan bakal calon Yusak Yaluwo memenuhi syarat, tidak dapat dibenarkan menurut hukum. Sebab mestinya yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.
Para teradu dinyatakan terbukti mengabaikan perintah KPU RI, berkaitan pemenuhan syarat jeda lima tahun bagi bakal calon yang berstatus mantan terpidana kasus korupsi.
Ketiganya tidak melaksanakan ketentuan Pasal 1 angka 21, Pasal 4 ayat (1), ayat (2a), ayat (2b) dan ayat (2d) Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017, dan Keputusan KPU Nomor 394/PL.02.2-Kpt/06/KPU/VIII/2020.
“Seharusnya teradu satu sampai tiga menetapkan Yusak Yaluwo belum memenuhi syarat jeda lima tahun. Sebab bebas murni pada 26 Mei 2017 berdasarkan Surat Keterangan Lapas Sukamiskin Nomor W11.PAS.PAS.1-PK.01.01.01-6229 tanggal 11 September 2020,” ujarnya.
Katanya, seharusnya teradu satu, dua, dan tiga tunduk dan patuh kepada peraturan perundang-undangan. Melaksakan tugas yang diberikan oleh KPU RI sebagaimana Surat Nomor 735/PL.02.2-SD/06/KPU/IX/2020 tanggal 5 September 2020.
“Teradu satu sampai tiga terbukti melanggar Pasal 7, Pasal 8 huruf a, Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” ucapnya.
Majelis DKPP juga menilai tindakan Ketua KPU Papua, Theodorus Kossay, bersama tiga anggota KPU Papua Zufri Abubakar, Fransiskus Antonius Letsoin, dan Melkianus Kambu, yang menyatakan Yusak Yaluwo menuhi syarat sebagai calon bupati pada 2020, tidak dapat dibenarkan menurut etika dan hukum.
Tindakan para teradu bertentangan dengan hasil klarifikasi yang dilakukan KPU Provinsi Papua pada 22 Oktober 2020, dan menyatakan Yusak Yaluwo tidak memenuhi syarat sebagai calon bupati.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu, Theodorus Kossay, Zufri Abubakar, Fransiskus Antonius Letsoin, dan Teradu Melkianus Kambu masing-masing sebagai Ketua dan
Anggota KPU Provinsi Papua sejak putusan ini dibacakan,” ucap Prof. Muhammad.
Keempat teradu ini juga dinyatakan terbukti melanggar pasal yang sama dengan ketiga komisioner KPU Boven Digoel, dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Dalam dua perkara yang sama, DKPP merehabilitasi nama baik teradu lainnya karena tidak terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Mereka adalah anggota KPU Boven Digoel, Yohana Maria Ivone dan tiga anggota KPU Papua, Sandra Mambrasar, Diana Simbiak, serta Adam Arisoy.
DKPP juga merehabilitasi nama baik Arief Budiman, Ilham Saputra, dan Hasyim Asy’ari yang merupakan Pelaksana Tugas Ketua dan Anggota KPU RI, selaku teradu XI hingga XIII dalam perkara 162-PKE-DKPP/XI/2020.
Baca juga: KPU Papua musnahkan 1.707 surat suara rusak di Boven Digoel
Akademisi dari Universitas Cenderawasih atau Uncen Jayapura, Papua, Yakobus Richard Murafer, mengatakan saatnya semua pihak memikirkan bagaimana pemilihan kepala daerah (pilkada) diselenggarakan secara demokratis di Papua pada masa mendatang.
Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau FISIP Uncen itu mengatakan untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah sacara demokratis, penyelenggara juga memiliki peran penting.
“Mereka dituntut bekerja profesional, taat asas melaksanakan aturan. Pemilu atau pilkada demokratis juga jauh dari unsur kecurangan dan politisasi SARA. Mesti berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia yang jujur dan adil,” kata Murafer kepada Jubi, belum lama ini.
Ia mengakui butuh waktu menciptakan terlaksananya pilkada yang demokratis. Semua pemangku kepentingan, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, hingga warga mesti bekerjasama.
Para pihak itu mesti bersama memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat. Sebab, hingga kini tidak ada cara lain memilih pemimpin di daerah, selain melalui pilkada. Akan tetapi, prosesnya mesti dilaksanakan secara benar. (*)
Editor: Dewi Wulandari