DKI bangun pusat studi persampahan nasional

Ilustrasi, sampah yang menumpuk di Pasar Pharaa Sentani - Jubi/Engel Wally
Ilustrasi, sampah yang menumpuk di Pasar Pharaa Sentani – Jubi/Engel Wally

Langkah itu dilakukan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang sedang berjalan intensif.

Papua No. 1 News Portal | Jubi,

Read More

Jakarta, Jubi  – Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, sedang direncanakan sebagai pusat studi persampahan nasional oleh pemeirntah DKI. Langkah itu dilakukan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang sedang berjalan intensif.

“TPST Bantargebang saat ini sedang berbenah, terutama kami ada kegiatan strategis daerah sebagai fokus Gubernur DKI terhadap masalah sampah,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPST Bantargebang, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, Jumat, (1/6/2019).

Berita terkait : LMRI: PON tahun 2020 di Papua harus tanpa sampah

Pembeli dan pedagang di Pasar Pharaa belum sadar soal sampah

Sampah masih menumpuk di Pasar Pharaa

Menurut Asep, langkah persipan itu juga dilakukan rehabilitasi kantor UPT di sisi barat lingkungan TPST Bantargebang Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantargebang. Rencananya bangunan baru selain difungsikan sebagai kantor UPT juga akan dijadikan pusat riset dan edukasi persampahan skala nasional.

“Latar belakang ditetapkannya TPST Bantargebang sebagai destinasi studi persampahan karena tingginya okupansi pelajar yang berkepentingan dengan segala informasi berkaitan sampah,” kata Asep menambahkan.

TPST Bantargebang yang berdomisili pada tiga tiga wilayah kelurahan seluas total 110,3 hektare, yakni Ciketing Udik, Cikiwul, dan Kelurahan Sumurbatu, saat ini menampung sampah eksisting DKI sejumlah 26 juta meter kubik. Sementara sampah yang didistribusikan per harinya berkisar rata-rata 7.452 ton lebih.

Baca juga : Libur Lebaran, sampah di Pasar Pharaa Sentani menumpuk

Warga pertanyakan soal larangan buang sampah di Pasar Kalibobo

Musim liburan, Tungku Wiri kembali dipenuhi sampah

Volume itu mengalami tren peningkatan setiap tahun berkisar 400 hingga 1.000 ton lebih dengan komposisi 33 persen sampah plastik, 9 persen kain, 3 persen kulit atau karet, sampah B3 4 persen, sisa makanan 39 persen, kayu atau rumput 4 persen, kertas 4 persen, dan jenis lainnya 4 persen.

“Sampah yang terkumpul sejak 1989 itu terdiri atas 74,5 persen landfill dan sisanya 25,5 persen prasarana seperti jalan masuk, kantor, dan instalasi pengolahan Lindi,” katanya.

Luas landfill di lahan milik Pemprov DKI itu terbagi atas Zona I seluas 18,3 hektare, Zona II 17,7 hektare, Zona III 25,41 hektare, Zona IV 11 hektare, Zona V 9,5 hektare dan 28,39 hektare lainnya diperuntukan bagi fasilitas pengolahan sampah.

Asep mencatat rata-rata okupansi pelajar pada jadwal kunjungan yang ditetapkan pada Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis setiap pekannya berkisar tiga hingga empat rombongan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan internasional.

“Satu rombongan bisa mencapai 40 orang pelajar dari jenjang pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga perguruan tinggi,” menjelaskan.

Mereka melakukan studi terhadap sejumlah fasilitas pengolahan sampah seperti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), rumah komposting, area pertambangan refused derived fuel (RDF), serta landfill.

Penyediaan fasilitas gedung studi yang representatif itu diharapkan kegiatan kunjungan ke TPST menjadi lebih lengkap. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply