Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Turki mengecam tudingan Presiden Emmanuel Macron yang menyebut Ankara mencampuri pemilihan umum Prancis yang hendak berlangsung pada 2022. Tudingan Macron “tidak dapat diterima dan bertentangan dengan persahabatan dan aliansi antara kedua negara.”
Kementerian Luar Negeri Turki menganggap tudingan itu “berbahaya” dan dapat mengancam komunitas warga Turki yang berjumlah 800 ribu orang di Prancis. Selain itu pernyataan Macron merusak upaya kedua negara untuk memperbaiki hubungan.
“Kami pikir pernyataan Macron sangat disayangkan dan tidak konsisten ketika kita tengah mengambil langkah untuk menggantikan ketegangan dengan ketenangan dan persahabatan,” bunyi pernyataan Kemlu Turki pada Rabu (24/3/2021) kemarin.
Baca juga : Turki dinilai pemicu perang Armenia-Azerbaijan
Ini pesan Rusia kepada Turki usai penembakan pesawat Suriah
Jerman dan Prancis desak Rusia hentikan konflik di Suriah
Tercatat Presiden Prancis Emanuel Macron mengatakan ada bentuk campur tangan Turki bisa berupa “bermain-main dengan opini publik.” Ia juga menuding Ankara memutarbalikkan komentarnya tentang Islam pada Oktober lalu setelah rentetan serangan yang terjadi di Prancis oleh para ekstremis.
“Sangat jelas musim gugur lalu ada politik kebohongan,” kata Macron seperti dikutip AFP.
Menurut Macron, kebohongan negara, kebohongan yang disebarkan oleh media yang dikendalikan oleh Turki. “Disebarkan oleh saluran berita besar tertentu yang dikendalikan Qatar,” kata Macron sambil merujuk pada stasiun televisi Al-Jazeera yang berbasis di Doha, Qatar.
Macron menekankan bahwa Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, ingin memperbaiki hubungan dengan Paris usai terguncang akibat konflik di Libya, Suriah, Nagorno-Karabakh, hingga tudingan Ankara atas Islamofobia di Prancis.
Namun, ia mengatakan itu sulit terealisasi jika perilaku Ankara tidak berubah.
Tercatat relasi antara Macron dan Erdogan terus merenggang dan mencapai titik terendah pada tahun lalu. Saat itu, Erdogan menganggap Macron membutuhkan “pemeriksaan mental” karena undang-undang baru Prancis yang melarang Islam radikal.
Desember lalu, Erdogan juga mengungkapkan harapannya agar Prancis bisa “menyingkirkan” Macron secepat mungkin dan menggambarkan presiden Prancis itu sebagai “masalah” bagi negara Uni Eropa tersebut.
Beberapa bulan sebelumnya, Macron juga mengeluarkan komentar yang mengisyaratkan bahwa rakyat Turki “pantas mendapatkan sesuatu yang lain” selain kebijakan Erdogan. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol