Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Adanya perlakuan yang berbeda dari pemerintah menangani konflik kemanusiaan di Papua terus mendapat sorotan dari masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang menilai pemerintah bersikap diskriminatif saat menangani pengungsi di Nduga dan Wamena.
Resina Lokbere pemuda asli Ndugama mengaku sedih saat melihat perlakuan yang berbeda pada pengungsi di Nduga dan Wamena. Padahal pemerintah selalu menggaungkan bhineka tunggal ika. Ia mengaku tak melihat itu diterapkan di lapangan saat menangani konflik Papua.
“Saya secara pribadi melihatnya ada perbedaan yang sangat besar, dimana dua kasus ini ditanggapi dengan atau lebih pasnya perlakuan pemerintah kepada kedua kelompok ini. Kasus Nduga sudah terjadi dari 1 Desember 2018, dan sejak itu masyarakat semua tinggalkan kampung halaman dan mengungsi kemana-mana sampai di hutan pun mereka ada sebab rumah mereka jadi tempat Operasi Militer,” katanya.
Menurutnya, jika memang serius mengatasi konflik kemanusiaan di Papua, pemerintah harusnya bersikap adil pada seluruh warga. Baik Orang Asli Papua (OAP) atau warga pendatang dari luar daerah.
“Ribuan generasi putus pendidikan, dan kondisi kesehatan mereka yang tak terjamin, kerugian dalam ekonomi, siapa yang tahu bagi mereka yang telah mati di hutan sana setelah beberapa bulan bertahan hidup tanpa makan, minum? Entahlah, hanya Tuhan yang jadi saksi antara penderitaan umat dengan –Nya,” cerita Resina mengenang keluarganya yang ikut mengungsi keluar dari Nduga.
Resina mengatakan, perbedaan penanganan pengungsi ini justru semakin membuat sekat di masyarakat. Ia menilai, pemerintah secara tidak langsung sedang membangun tembok-tembok pemisah antar satu dengan yang lainnya.
“Pemerintah jangan melihat masalah Nduga dan Wamena dari sisi politik saja, namun lihatlah dari sisi kemanusiaan. Mereka rakyat anda, mereka membutuhkan tindakan anda bukan hanya janji di atas janji di panggung,” tegasnya .
Sementara itu, Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan HAM DPR Papua, Laurenzus Kadepa menilai ada perbedaan dalam penanganan pengungsi dari dua kasus yang terjadi yakni Nduga dan Wamena.
Menurutnya, warga di kota Wamena yang menjadi korban dievakuasai atau diungsikan dengan banyak fasilitas yang memadahi. Mulai dari mendapatkan bantuan bahan makanan hingga mencukupi kebutuhan selama mengungsi. Ini bertolak belakang dengan warga Nduga yang mengungsi dari beberapa kampung ke Wamena dan kabupaten lain dengan berjalan kaki berhari-hari.
“Bantuan bahan makanan untuk pengungsi Nduga di persulit. Sangat beda dengan pengungsi Wamena. Di mana mereka diantar dengan pesawat, diberikan tempat penampungan dan kebutuhan bahan makanan,” katanya.
Melihat dinamika yang terjadi di Papua belakangan ini, para pemangku kepentingan di Papua hingga pemerintah pusat harus segera memikirkan solusi mengakhiri situasi ini. (*)
Editor: Edho Sinaga