Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Ratusan masa melakukan aksi longmarch dari Kelurahan Oyehe menuju kantor DPRD Nabire, Selasa (20/08/2019). Mereka menuntut pihak legislatif Nabire untuk memerintahkan kepada Bupati Nabire agar segera memulangkan para mahasiswa asal Nabire di beberapa kota study di luar Papua.
Aksi ini dilakukan warga Papua atas pernyataan dan teriakan monyet kepada mahasiswa asal Papua di Surabaya pekan lalu.
Di sepanjang jalan hingga kantor parlemen tersebut, mereka terus meneriakan yel – yel dan kata Papua Merdeka.
Aksi dikawal ketat oleh aparat kepolisian ini, akhirnya membubarkan diri setelah aspirasinya disampaikan kepada DPRD Nabire.
Koordinator Aksi, Pieter Worabay, dalam orasinya mengatakan aksi yang dilakukan merupakan buntut dari penyerangan dan teriakan monyet dan rasisme oleh ormas dan aparat di Subabaya, Semarang dan Malang, bahkan di Makassar terhadap mahasiswa Papua.
“Kejadian ini membuat Rakyat Papua termasuk yang di Nabire, kecewa dan sakit hati, dan amarah yang tak bisa dibendung,” ujar Worabay.
Dikatakan, baru saja dua hari rakyat Indonesia merakatan HUT RI ke- 74 Tahun. Namun, rakyat Papua yang merupakan bagian dari NKRI dihina -dihina sebagai binatang (monyet). Sikap gubernur Papua untuk memulangkan semua mahasiswa Papua sudah sangat jelas semua rakyat Papua mendukung hal ini.
Tuntutan ini kepada DPRD dan Bupati Nabire untuk mendukung gubernur Papua dan Papua Barat agar memulangkan seluruh mahasiswa di Jawa ke Papua daripada nantinya terjadi sesuatu terhadap mereka.
“Sebab, tidak mungkin monyet hidup bersama dengan manusia. Maka biarkan monyet kembali ke kandangnya. Ini kami minta DPRD agar berkoordinasi dengan Pemda sesegera mungkin,” katanya.
Ia juga bilang, 74 tahun tidak ada artinya lagi. Padahal “kandang monyet” ini adalah tempat dikurasnya seluruh sumber daya alam. Hak ekonomi, politik. Tidap puas jadi pedagang, jadi pegawai dan masih juga ingin menjadi anggota DPR, wakil Bupati.
“Jadi kalau tidak puas ambil semua sudah. Kami orang Papua biar jadi binatang saja. Dan persoalan Papua bukan hanya penghinaan sebagai monyet, tapi terlalu banyak. Pelanggaran HAM dan intimidasi terus didapat orang Papua dan OAP terus miskin di atas tanah kelahirannya,” ucap Pieter.
Orator lainnya, Hendrik Andoi mengungkapkan bahwa OAP terlalu banyak toleransi. Mahasiswa Papua sebagai warga negara Indonesia di tanah jawa di usir, artinya OAP tidak diakui sebagai warga negara indonesia.
“Kalau begitu lepas kami (Papua) to. Biarkan kami merdeka. Kami punya SDM dan SDA,” ungkap Andoi.
Menurutnya, Para mahasiswa Papua ke Jawa dan Makassar untuk menuntut ilmu, sebab masih berada di dalam bingkai NKRI.
“Jadi lebih terhormat mana, monyet mencari ilmu di negeri manusia atau manusia yang mencari makan di tempat monyet,” tuturnya.
Melkianus Windesi, menambahkan bahwa, OAP sudah tidak layak menjadi warga negara Indonesia. Hal ini terbukti dengan beberapa pernyataan dan kejadian yang menimpa mahasiswa baik di pulau Jawa dan Makassar, ini sangat disayangkan.
“Jadi saya harap DPRD Nabire sesegera mungkin merespons dan berkoordinasi dengan Bupati,” tegasnya.
Sebab lanjut dia, sampai saat ini kepolisian belum tahu siapa yang menjatuhkan bendera merah putih di halaman asrama mahasiswa di Surabaya. Tapi karena orang Papua sudah dicap merah maka tetap akan merah.
“Jadi yang sebenarnya kami inginkan itu Papua merdeka, segera referendum. Tapi kalau tidak mau ya segera diselesaikan persoalan ini,” ungkap Windesi.
Wakil Ketua I, DPRD Nabire, Mercy Kegou, didampingi empat anggota lainnya, saat menerima aspirasi mengatakan bahwa sebagai “induk monyet” yang menerima aspirasi dari “monyet- monyet”, dia sangat senang menerima aspirasi langsung dari masyarakat.“Jadi kami senang atas kedatangan monyet – monyet kepada induknya,” katanya.
“Aspirasi yang telah disampaikan langsung ini akan kami koordinasi dengan Ketua dan Bupati. Sebab dua pimpinan ini sedang melaksanakan tugas di luar daerah. Kami akan segera mungkin mengumpulkan Muspida setelah bupati balik untuk membicarakan persoalan ini,” tandasnya. (*)
Editor: Syam Terrajana