Papua No.1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Aksi pemalangan jalan yang dilakukan masyarakat di Kampung Sabron Sari, Distrik Sentani Barat Moi beberapa hari lalu dibongkar paksa oleh pihak kepolisian. Aksi pembokaran tersebut disayangkan oleh Dewan Adat Suku (DAS) Moi, Kabupaten Jayapura, Papua.
Nikolas Yaboisembut, salah satu pengurus DAS MOI mengatakan, aksi pembokaran yang dilakukan oleh pihak keamanan terlalu berlebihan, sebab pemalangan jalan merupakan kesepakatan bersama masyarakat di empat distrik yakni Sentani Barat Moi, Depapre, Yokari, Revenirara, dan demi kepentingan masyarakat yang memanfaatkan ruas jalan tersebut.
Dikatakan, ada sejumlah pemuda yang digiring ke Polres Jayapura untuk dimintai keterangan. “Kami DAS, juga ke Polres Jayapura untuk memberikan Informasi terkait aksi yang dilakukan. Baik konvoi hingga pemalangan jalan, dan pemuda yang diamankan sementara sudah kembali beraktivitas seperti biasa.”
Menurutnya ada oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan pemalangan ini. “Hal-hal seperti pemalangan terhadap [akses] anak sekolah, tenaga medis, dan guru itu tidak dilakukan. Hanya pejabat yang menggunakan kendaraan pelat merah dan kendaraan operasional perusahaan,” ujar Nikodemus saat dihubungi melalui telepon selulernya di Sentani, Selasa (29/3/2022).
Baca juga: Ketua FKUB Kabupaten Jayapura harap masyarakat taķ mengamalkan ajaran ekstrem
Kata Nikodemus, aksi demo seperti ini sudah berkali-kali dilakukan dan bukan hal baru. Namun aksi yang dilakukan ini belum direspons positif oleh pemerintah daerah, provinsi maupun pusat.
“Sementara sudah puluhan tahun masyarakat menderita dengan kondisi jalan yang tidak layak digunakan. Ada 10 perusahaan yang mengambil potensi sumber daya alam dari wilayah Sentani Barat Moi ini, pajak dan retribusinya kemana? Perbaikan jalan tidak pernah dilakukan hingga saat ini.”
Lanjut Yaboisembut, 10 perusahaan yang beroperasi di wilayah hukum adat Moi akan dihentikan untuk sementara waktu, hingga ada jawaban pemerintah daerah.
“Ketika perusahaan melakukan operasionalnya, ada puluhan hingga ratusan truk yang memuat bahan galian C, lalu melewati jalan permukiman warga. Debu dan kotoran beterbangan di mana-mana yang mengakibatkan anak-anak hingga orang dewasa menderita sakit, pernapasan terganggu, kepala sakit, batuk, pilek dan flu, sakit mata dan radang tenggorokan. Ketika musim penghujan tiba, warga di Kampung Maribu pasti kebanjiran,” katanya.
Hal senada juga dikatakan Bob Banundi, salah satu tokoh pemuda di Kampung Sabron Sari, bahwa aktivitas perusahaan selama belasan tahun ini banyak berdampak negatif bagi masyarakat lokal di Kampung Sabron Sari, Dosai hingga Kampung Maribu.
“Pengerukan bahan galian C yang diambil menjadi saluran paling mematikan bagi masyarakat yang tinggal di bagian bawah seperti Kampung Dosai, Maribu dan Kertosari. Tragedi paling mengenaskan pada 2019 lalu, banjir bandang yang menerjang sebagian besar rumah penduduk, lahan kebun jadi rusak karena digenangi air dan pasir serta lumpur.”
Sementara itu, Kepala Puskesmas Dosai, Yahya Yaboisembut mengaku pihaknya tidak menemukan adanya dampak gangguan kesehatan bagi warga sekitar selama perusahaan beroperasi.
“Kalau dilihat dampaknya menurut saya belum ada, karena selama ini penyakit yang diderita oleh masyarakat, tidak ada penyakit yang sangat dominan atau yang disebabkan adanya operasional perusahaan,” jelasnya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo