Bupati Jayapura: Yang tolak minol tak boleh mabuk lagi

Menolak Minuman Beralkohol di Papua
Foto ilustrasi, penyerahan aspirasi aksi demo damai penolakan minuman beralkohol di Kabupaten Jayapura oleh FP3 kepada DPRD Kabupaten Jayapura. - Jubi/Engel Wally
Penyerahan aspirasi aksi demo damai penolakan minuman beralkoholl di Kabupaten Jayapura oleh FP3 kepada DPRD Kabupaten Jayapura – Jubi/Engel Wally

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, menegaskan aksi demo damai penolakan minuman beralkohol (minol) yang dilakukan sekelompok pemuda yang tergabung dalam Forum Pemuda Pemudi Peduli (FP3) Kabupaten Jayapura, beberapa hari lalu di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, sangat penting dan harus didukung semua pihak.

Read More

“Aksi ini harus menjadi satu gerakan bersama semua warga masyarakat, asal yang melakukan aksi tersebut juga tidak boleh suka konsumsi minuman beralkohol. Yang toak minol, tak boleh mabuk lagi,” kata Bupati Awoitauw saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (18/2/2020).

Enam tahun lalu, kata Bupati Awoitauw, Pemerintah Kabupaten Jayapura telah menutup dan tidak memberikan lagi surat izin penjualan minol di daerah ini. Pemkab Jayapura bahkan pernah mengembalikan satu kontainer minol ke pabriknya di Surabaya.

“Tanjung Elmo, selain tempat prostitusi juga sebagai tempat putarnya minol terbanyak dan terbesar. Kami berhasil menutupnya,” jelasnya.

Menurut Bupati Awoitauw, sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jayapura sama sekali tidak bersumber dari minol, karena Sumber Daya Alam wilayah yang dipimpinnya masih sangat luas dan besar untuk dikelola sebagai sumber PAD.

Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 tentang pengelolaan minol, ada pasal- pasal yang mengatur tentang tempat yang disediakan untuk menjual minol tersebut. Seperti hotel bintang empat, on duty di bandara, dan tempat-tempat khusus lainnya, dan itu untuk tujuan pariwisata.

“Sama sekali tidak ada manfaatnya, masyarakat juga harus memahami hal ini. Kita sudah larang tetapi masih ada oknum-oknum yang main dengan jalur khusus juga,” ujarnya.

Bicara soal kemanusiaan, lanjut Bupati Awoitauw, manusianya juga harus menyadari apa yang harus dilakukan, sudah tahu minol itu punya dampak negatif tetapi masih saja menjadi sesuatu yang rutin untuk dikonsumsi.

“Kita bukan orang Eropa yang sudah menjadi tradisi mereka untuk minum minol setiap saat, kita cukup minum air putih saja yang tidak beralkohol,” katanya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Adat Sentani, Boaz Enok, mengatakan pengaruh dari luar dan zaman yang terus berkembang membuat sebagian masyarakat lupa jati dirinya sebagai masyarakat adat.

“Pengaruh minol ini bukan hanya di kota saja, sampai di kampung-kampung dan merusak banyak generasi muda kita saat ini. Pemerintah dan semua pihak harus melihat hal ini dengan serius, lakukan edukasi dan sosialisasi agar generasi muda kita bisa terhidar dari hal-hal negatif akibat minol,” pungkasnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply