Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ribuan warga Timika di Kabupaten Mimika, Papua, berunjukrasa pada Rabu (21/8/2019), mengecam persekusi, intimidasi, diskriminasi, dan rasisme yang dialami para mahasiswa Papua. Unjukrasa berakhir ricuh setelah massa kecewa lantaran tidak ditemui Bupati Mimika maupun Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Mimika.
Unjukrasa ribuan warga yang dimotori Solidaritas Masyarakat Timika Peduli Mahasiswa Papua itu awalnya berjalan damai. Dari berbagai penjuru kota, massa berjalan kaki menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika.
Kantor Berita Antara melansir sejumlah perempuan dan anak usia sekolah turut serta dalam unjukrasa itu. Dalam pawainya, massa menyuarakan kecaman terhadap persekusi dan rasisme yang dialami para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16-17 Agustus 2019 lalu. Massa aksi membawa spanduk bertuliskan kalimat menentang tindakan rasisme. Spanduk lainnya bertuliskan “Kami Papua Cinta Damai”.
Salah satu anggota Solidaritas Masyarakat Timika Peduli Mahasiswa Surabaya, Semarang, Malang, Melky Yogi menuturkan bahwa massa yang tiba di Kantor DPRD Mimika awalnya menunggu dengan tertib. Sayangnya, massa yang sudah menunggu sekitar satu jam itu gagal bertemu dengan Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Ketua DRPD Elminus Mom.
“Rakyat minta Bupati dan Ketua DPRD Mimika hadir [menemui massa], namun keduanya tidak datang. Karena tidak ada Bupati dan Ketua DPRD Mimika, massa melempar kaca Kantor DPRD Mimika. Polisi akhirnya mengeluarkan tembakan, dan massa bubar,” kata Melky Yogi saat dihubungi dengan sambungan telepon di Timika, Rabu (21/8/2019).
Menurut Yogi, massa pengunjukrasa berlarian terpisah-pisah, menjauhi polisi yang terus mengeluarkan tembakan. Yogi menyatakan tidak tahu soal ada atau tidak adanya korban dalam kericuhan itu.
Beberapa warga juga membakar ban di jalan raya, membuat sejumlah ruas jalan di Timika tidak bisa dilalui kendaraan. “Saya melihat asap tebal dari arah Kantor Distrik Kuala Kencana, entah siapa pelakunya,” kata Yogi.
Direktur Aliansi Demokrasi Untuk Papua, Latifah Anum Siregar menyatakan pemerintah lamban dalam menjalankan proses penegakan hukum terhadap para pelaku persekusi dan rasisme dalam di Surabaya pada 16-17 Agustus 2019 lalu. Siregar menyatakan pemerintah terus membuang-buang waktu, sementara amuk massa yang dipicu kemarahan atas rasisme itu berlanjut.
“Pemerintah berjudi dengan waktu, tidak menunjukkan tindakan yang tegas dalam menjalankan penegakan hukum terhadap para pelaku persekusi dan rasisme di Surabaya. Sampai sekarang, tidak ada pelaku persekusi dan rasisme yang ditangkap. Pemerintah bahkan tidak mengumumkan, siapa para pelaku itu. Di sini lain, amuk massa yang dilatarbelakangi kemarahan atas rasisme itu terus berlanjut di Papua Barat,” kata Siregar.
Siregar menegaskan, kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya telah melukai eksistensi kemanusiaan orang Papua, dan mengoyak rasa keadilan orang Papua. “Rasa keadilan itu seharusnya dipulihkan setidaknya dengan proses hukum yang jelas terhadap para pelaku persekusi dan rasisme di Surabaya. Baik itu pelaku berlatar belakang aparat keamanan, maupun pelaku berlatar belakang organisasi kemasyarakatan, mereka harus diproses hukum,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G