Buah tangan serdadu Jepang di Biak dan Sentani

Papua
Infantri Amerika Serikat menyisir hutan belantara, rawa-rawa, dan gua-gua di Biak, Papua. (army.mil).
Papua No.1 News Portal | Jubi

Yogyakarta, Jubi – Hollandia 1943. Jepang membangun landasan pacu untuk pangkalan udara militernya di Pulau Biak. Perang Asia Timur Raya berkobar setelah Jepang membom pangkalan   Pangkalan militer Amerika Serikat di Hawai pada Minggu pagi yang celaka, 7 Desember 1941. Amerika Serikat menabuh genderang perang untuk Jepang. Kita mengenangnya sebagai perang pasifik.

Jepang menyambangi pulau karang tepi di Samudera Pasifik itu   tanpa permisi. Lokasi pembangunan lapangan terbang di tepi Pantai Ambroben merupakan wilayah adat Swapodibo. Ada enam marga yang jadi pemilik ulayatnya; Rumaropen, Wakum, Ronsumre, Rumbiak, Simopieref, dan Yarangga.

Read More

Hari Suroto dalam tulisannya   Hollandia Pada Era Perang Pasifik (Jurnal Arkeologi Papua Vol. V NO. 1 / Juni 2013) menulis, Jepang juga membangun dua landasan pesawat terbang di Sentani pada 10 Oktober 1943. Kini kita mengenalnya sebagai Bandara Sentani.  Baru-baru ini ganti nama jadi Bandara Theys Hiyo Eluay.

Baca juga: https:Forkorus: Papua Dianeksasi, Bukan Integrasi

Jepang bikin landasan bagian barat sepanjang 4500 kaki. Landasan kedua di sebelah selatan sepanjang 6200 kaki. Jepang menebang hutan sagu. Tanah rawa ditimbun dan diperkeras dengan kerikil dan baru perbukitan sekitar Danau Sentani.  Jepang menempatkan 300 pesawat serbu berbasis daratan tipe 1 (G3M1), di sekeliling   lapangan terbang ditempatkan meriam penangkis udara.

“Tim survei tentara Jepang mulai menjelajahi Hollandia   hingga Sentani. Tim ini menjajaki kemungkinan pembangunan lapangan udara dan   fasilitas pendukung lainnya. Jepang kemudian membangun barak, jembatan, dermaga   di Pantai Hamadi, APO dan Teluk Youtefa,” tulisnya.

Untuk membangun semua fasilitas itu, mereka mengambil Romusha atau pekerja paksa dari daerah sekitar Sungai Mamberamo, Nimboran, Sarmi dan lain-lain tempat di pantai utara Papua

Sentani, tulis Suroto,dipilih sebagai markas  tentara Jepang karena permukaan tanah datar, terlindung oleh benteng alam yaitu   Pegunungan Cycloop. Selain itu, perairan danau dapat didarati pesawat amfi bi tipe O (F1M). Hutan sagu yang melimpah di sekitarnya dijadikan sumber bahan makanan.

Jenderal Mac Arthur, pemimpin pasukan sekutu, sadar betul jika Hollandia alias Papua adalah pangkalan utama militer Jepang. Dia ingin merebutnya dan membuat serangan telak untuk Jepang. Untuk itu, Mac Arthur menerapkan strategi “lompat katak” (leapfrog strategy); melakukan serangan hebat di laut maupun   udara, sembari meloncat beberapa ratus kilometer lebih jauh menduduki satu pulau ke pulau yang lainnya, dimana di situ juga terdapat sebuah landasan pesawat terbang   musuh.  Jurus itu terbukti jitu meringkus dan mengisolasi pasukan Jepang.

Baca juga: Jejak perang pasifik dari Dog Tag tentara Amerika di Papua

Komang Ayu, dalam artikelnya “Bandar Udara Frans Kaisepo” di laman Kemdikbud.go.id (10 Juli 2019) menulis Penyerbuan pasukan Sekutu pada 15-27 Juni 1944 akhirnya berhasil mengusir Jepang dari Biak. Sekutu menjadikan lapangan terbang Ambroben sebagai salah satu pangkalan terbang terpenting untuk memenangkan perang Pasifik.  Royal Australian Air Force, ikut ikur berpangkal di situ.

Ketika perang Pasifik berakhir, Belanda mengambil alih semua fasilitas militer di Ambroben. Untuk kepentingan penerbangan, awalnya Belanda hanya menggunakan lapangan terbang Burokup, yang jaraknya sekitar 1,5kilometer dari lapangan terbang Ambroben. “Baru sekitar tahun 1947 Belanda menggunakan kembali lapangan terbang di Ambroben,” ujarnya.

Sejak itu, lapangan terbang Ambroben dikenal sebagai Mokmer. Pada 1952 Bureau Luchtvaart Irian Barat mulai menyiapkan fasilitas lapangan terbang Mokmer untuk keperluan penerbangan komersial. Pada 1958 sebuah hotel megah bernama KLM telah berdiri di depan lapangan terbang Mokmer. Kini bernama Hotel Irian. Belanda menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Mokmer pada 1959. Landasan pacunya sepanjang 3.570 meter dengan lebar 45 meter.

Bandara ini sangat kokoh. Karena dibangun di atas litologi batu gamping (limestones) atau batu karang.

Dikutip dari laman resmi bandara franskaisiepo-airport.co.id, pada 1962 penguasaan Bandara Mokmer diserahkan ke UNTEA (United Nations Temporary Executive Administration), badan PBB yang mengurus Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) Irian Barat.  UNTEA baru menyerahkan penguasaan Bandara Mokmer ke tangan Indonesia pada 1969. Di bawah pengelolaan pemerintah Indonesia, nama Bandara Mokmer diubah menjadi Bandara Frans Kaisiepo pada 1984.

Kaisiepo adalah salah satu tokoh integrasi Papua ke Indonesia.

Posisi strategis bandara ini yang dekat Samudera Pasifik dan berlokasi di ekuator membuat Garuda Indonesia memasukkan Biak dalam penerbangan internasional ke Amerika Serikat. Pada periode 1996-1998, Garuda membuka rute Jakarta Denpasar-Biak-Honolulu-Los Angeles dengan pesawat berbadan lebar MD-11. Bahkan sebenarnya bandara ini sanggup didarati pesawat sebesar Boeing 747 seri 400.

Gara-gara krisis ekonomi, penerbangan internasional melintasi Samudra Pasifik di Bandara itu stop. Sejak itu pula statusnya sebagai bandara internasional terhenti. (*)

Editor: Angela Flassy

Related posts

Leave a Reply