Berstatus anak, proses hukum terhadap IH akhirnya dihentikan hakim

IH berjabat tangan dengan penasehat hukumnya dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin (25/11/2019). - Jubi/ Hengky Yeimo
IH berjabat tangan dengan penasehat hukumnya dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jayapura, Senin (25/11/2019). – Jubi/ Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Majelis hakim Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura pada Senin (25/11/2019) menghentikan proses hukum terhadap IH, terdakwa dalam kasus amuk massa yang terjadi di Kota Jayapura, Papua, pada 29 Agustus 2019 lalu. Dalam putusan selanya, majelis hakim menyatakan perkara IH dihentikan karena IH baru berusia 17 tahun dan masih berstatus anak.

Read More

Sidang pembacaan putusan sela atas terdakwa IH itu dipimpin ketua majelis Maria Sitanggang yang didampingi hakim anggota Muliyawan dan Adul Gafur Bungin. Sebelumnya, pada 13 November 2019, Tim Advokasi untuk Orang Asli Papua selaku penasehat hukum IH mengajukan eksepsi yang menyatakan IH terdakwa yang berstatus anak, sehingga harus diadili sesuai ketentuan Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam putusan selanya, majelis hakim menyatakan pemeriksaan dalam sidang pengadilan perkara nomor 569/Pid.b/2019/PN.Jap atas nama terdakwa IH dihentikan. Majelis hakim menilai IH masih berstatus anak, dengan mengacu kepada sejumlah bukti dokumen otentik yang disampaikan dalam eksepsi Tim Advokasi untuk Orang Asli Papua. “Kami melihat dari berkas berkas seperti, KTP, Akta Kelahiran, Ijasah,” kata Maria Sitanggang saat membacakan putusan sela perkara itu.

Majelis hakim menyatakan perkara itu selanjutnya akan dilimpahkan kepada Pengadilan Tinggi Jayapura, untuk disidangkan sesuai ketentuan Sistem Peradilan Pidana Anak. “IH dinyatakan dikembalikan kepada jaksa untuk diperkarakan di pengadilan anak. Kami akan mengirimkan berkas perkara IH ke Pengadilan Tinggi Jayapura untuk diperiksa [sebagai] perkara anak [yang berhadapan dengan hukum],” kata Maria Sitanggang.

Anggota  Tim Advokasi untuk Orang Asli Papua, Frederika Korain menyatakan putusan majelis hakim itu sesuai dengan alat bukti yang diajukan pihaknya. “IH masih berusia 17 Tahun. IH baru masuk usia 18 Tahun pada bulan 1 Desember 2019. Itu sesuai dengan Akta Kelahiran, Ijasah, KTP dan berkas yang diperoleh IH,” katanya kepada wartawan usai mengikuti sidang Senin.

Korain menyatakan putusan sela yang membebaskan IH itu menunjukkan polisi dan jaksa cenderung menyamaratakan proses hukum kepada para terdakwa kasus amuk massa yang terjadi di Jayapura pada 29 Agustus 2019. Polisi dan jaksa tanpa memilah-milah latar belakang terdakwa, maupun dugaan kesalahan masing-masing terdakwa.

Hal itu terlihat dari tercampurnya perkara anak di bawah umur seperti IH dengan perkara lain, dan penggunaan pasal-pasal yang sama terhadap banyak terdakwa. “Melalui putusan sela itu, tersirat bahwa ada [proses hukum] yang tidak [berjalan] dengan baik saat terdakwa ini ditangkap, disidik sampai dengan diajukan ke pengadilan,” kata Korain.

Pada Senin, majelis hakim yang sama juga membacakan putusan sela dalam 14 perkara lain terdakwa kasus amuk massa itu. Hakim tidak mengabulkan permohonan yang diajukan Tim Advokasi untuk Orang Asli Papua dalam eksepsi perkara-perkara itu, dan melanjutkan proses sidang.

Dalam perkara Wilem Walilo, proses persidangan telah mencapai tahap pemeriksaan saksi. Pada Senin, Pengadilan Negeri Jayapura memeriksa satu saksi dalam perkara Walilo itu. Korain mengatakan, sidang perkara Walilo maupun sejulmah terdakwa lainnya akan dilanjutkan pada Rabu (27/11/2019) untuk memeriksa para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply